Tampilkan postingan dengan label Lampung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lampung. Tampilkan semua postingan

Wartawan Muhammad Indra Divonis 1 Tahun Penjara, Majelis Hakim Terindikasi Pro Perselingkuhan

Juli 02, 2022

 


Lampung Timur, BeritaKilat.Com - Wartawan media online resolusitv.com, Muhammad Indra, divonis bersalah dan diganjar hukuman 1 tahun penjara. Pembacaan putusan Majelis Hakim yang diketuai Diah Astuti, S.H., M.H., berlangsung pada hari Rabu, 29 Juni 2022 lalu.

Vonis hakim itu lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut Muhammad Indra dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, potong masa tahanan. Dengan demikian, Muhammad Indra masih harus menjalani hukuman selama 8 bulan lagi.

Sebagaimana diketahui bahwa wartawan Muhammad Indra diajukan ke PN Sukadana, Lampung Timur, Provinsi Lampung, dengan dakwaan melakukan tindak pidana pemerasan terhadap oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua, bernama Mas Rio, yang bergelar Rajo Puting Ratu. Menurut JPU, Muhammad Indra telah memeras oknum tokoh adat bejat tersebut sebesar Rp. 2,8 alias dua juta delapan ratus ribu rupiah.

Sementara itu, dari penuturan wartawan Muhammad Indra, dalam peristiwa itu dirinya sebenarnya telah disuap oleh Mas Rio agar berita perselingkuhan oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental mesum itu dihapus dari medianya, www.resolusitv.com. Jadi, dalam konteks transaksi yang terjadi, pada hakekatnya bukan pemerasan karena alat untuk memeras tidak ada, berita yang dijadikan alasan memeras oknum bandit yang merupakan orang dekat Bupati Lampung Timur, Dawam Rahardjo, itu sudah ditayangkan beberapa hari sebelumnya.

Menanggapi vonis Majelis Hakim atas perkara wartawan Muhammad Indra itu, beragam komentar muncul dari berbagai pihak. Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, misalnya, dia sangat menyesalkan putusan tersebut. Menurutnya, Majelis Hakim terkesan tidak peka terhadap persoalan fundamental atas kasus tersebut, dan sangat mungkin tertekan oleh pihak-pihak tertentu.

"Saya sangat menyesalkan vonis 1 tahun penjara untuk wartawan Muhammad Indra. Menurut saya, sensitivitas Majelis Hakim yang merupakan kaum wanita ini sudah mati suri. Wartawan Muhammad Indra itu membela kaum perempuan yang bernama Dewi yang meminta bantuan wartawan untuk mengekspos kelakuan bejat suaminya, oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua yang bernama Mas Rio," beber alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini via Sekretariat PPWI Nasional kepada jaringan media di tanah air, Sabtu, 2 Juli 2022.

Bukan hanya itu, Majelis Hakim juga sebenarnya diberi kewenangan untuk menggali motivasi masing-masing pihak, termasuk orang yang mengaku diperas wartawan Muhammad Indra. Ketika seseorang memberikan uang dengan motif buruk tertentu, yang menyalahi aturan, maka patut diseret oleh Majelis Hakim untuk diproses hukum.

"Permintaan menghapus berita, dengan berbagai modus dan alibi, merupakan pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers junto Pasal 1 ayat (8) dan (9), dan Pasal 4 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers beserta penjelasannya," tegas tokoh pers nasional yang terkenal getol membela wartawan dan warga terzolimi di berbagai pelosok negeri ini.

Dari sisi proses hukum terhadap wartawan Muhammad Indra, demikian Wilson Lalengke, sejak dari penangkapan hingga diajukan ke pengadilan, banyak kejanggalan dan rekayasa dalam kasus tersebut. Lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, ini mengaku tidak habis pikir tentang cara kerja Kejari Lampung Timur yang dinilainya sembrono.

"Coba perhatikan keterangan pers yang disampaikan Polres Lampung Timur pada hari Rabu, 9 Maret 2022. Saat itu, Polres melalui KBO I Ketut Darmayasa menyebut barang bukti yang disita berupa uang tunai Rp. 2,8 juta. Namun, saat konferensi pers Kapolres Lampung Timur, Senin, 14 Maret 2022, Zaky Alkazar Nasution mengatakan barang bukti yang diamankan berupa uang tunai Rp. 1,1 juta. Mana yang benar antara keduanya?" tutur Wilson Lalengke dengan nada tanya.

Baca juga: Beritakan Selingkuh Kerabat Pejabat Oknum Wartawan Ditangkap Dugaan Pemerasan Langsung Jadi Tersangka (https://sinarlampung.co/beritakan-selingkuh-kerabat-pejabat-oknum-wartawan-ditangkap-dugaan-pemerasan-langsung-jadi-tersangka/)

Lagi, barang bukti uang tunai itu disita dari siapa? Pengakuan Muhammad Indra dan saksi Nur Hasan, yang bersama Muhammad Indra saat menerima uang dalam amplop putih dari oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua itu, uang yang baru saja mereka terima telah dimasukkan ke rekening melalui konter BRI Link di desa Sekampung tempat domisili wartawan Muhammad Indra.

"Jadi, saat penangkapan tidak ditemukan barang bukti uang tunai pada diri Muhammad Indra dan Nur Hasan. Sehingga perlu dijelaskan dengan benar, dari mana atau uang siapa yang dijadikan sebagai barang bukti tersebut?" tanya Wilson Lalengke.

Baca juga: Muhammad Indra Buka Suara Terkait Kasus Kriminalisasi yang Dihadapinya (https://pewarta-indonesia.com/2022/05/muhammad-indra-buka-suara-terkait-kasus-kriminalisasi-yang-dihadapinya/)

Dari berbagai pertanyaan yang belum terjawab tersebut, seyogyanya JPU tidak gegabah memproses berkas BAP yang disodorkan penyidik Polres. "Jangan sampai karena sudah diajak makan-makan oleh pemesan kasus ini, maka aparat kejaksaan tutup mata, dan bahkan ikut merekayasa kasusnya. Saya melihat indikasi itu sangat kuat," kata Wilson Lalengke mempertanyakan fenomena aneh yang dilihatnya di kasus tersebut.

Setiap orang yang dihadapkan ke meja hijau sesungguhnya masih memiliki satu harapan dalam mendapatkan keadilan, yakni dari Majelis Hakim. Akan tetapi, harapan itu musnah ketika Majelis Hakim pun terlihat tidak berani bersikap netral, cenderung memihak Polres dan Kejari dengan dalih menjaga hubungan kerja antar instansi, dan bahkan tertekan oleh kekuatan tertentu, seperti oknum bupati, oknum orang berduit, dan lain-lain.

"Miris sekali melihat sistim kerja hukum kita di tangan orang-orang oportunis, yang bahkan terlihat tidak bermoral. Bagi saya, vonis 1 tahun untuk wartawan Muhammad Indra secara esensial merupakan pembelaan kepada oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua, Mas Rio. Untuk itu, saya ucapkan Selamat dan Sukses kepada Majelis Hakim atas keberhasilannya membela oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental mesum dan bejat itu," pungkas mantan dosen mata kuliah Character Building Universitas Bina Nusantara Jakarta ini penuh rasa prihatin. (TIM/Red)

Tebak Berhadiah Jelang Vonis Terhadap Wilson Lalengke, Husin Muchtar Akan Berikan Hadiahnya Kepada Anak Yatim dan Kaum Dhuafa

Juli 01, 2022

 


Lampung, BeritaKilat.Com - Direktur PT. Media Winata Mandiri, Husin Muchtar, mengutarakan isi hatinya yang akan memberikan hadiahnya kepada anak-anak yatim dan kaum dhuafa apabila dirinya memenangkan quis TEBAK BERHADIAH yang diselenggarakan oleh PT. Berita Istana Negara, bertajuk: Jelang Vonis Hakim Terhadap, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, Ketum PPWI Nasional.

Terkait dengan tebak-tebak berhadiah yang diselenggarakan oleh, PT. Berita Istana Negara, pilihan ada 5 yakni:

Pilihan 1: Wilson Lalengke divonis hukuman penjara selama 10 bulan 0 hari hingga 26 bulan 0 hari.

Pilihan 2: Wilson Lalengke divonis hukuman penjara 7 bulan 0 hari hingga 9 bulan 29 hari.

Pilihan 3: Wilson Lalengke divonis hukuman penjara 4 bulan 0 hari hingga 6 bulan 29 hari.

Pilihan 4: Wilson Lalengke divonis hukuman penjara 1 hari hingga 3 bulan 29 hari.

Pilihan 5: Wilson Lalengke divonis bebas oleh Majelis Hakim yang baik budi lagi amat bijaksana, yang independen, profesional, serta memiliki hati nurani yang luhur dan mulia.

Untuk pilihannya sendiri, kata Husin, dirinya telah memilih No.5, dan sudah mengirimkan data diri. "Saya sudah kirim data diri saya diantaranya, nama lengkap, tempat tanggal lahir, sesuai dengan pengisian formulir, semua sudah dikirim ke nomor panitia, termasuk pilihan saya nomor 5," jelas Husin Muchtar.

Ditanya lebih mendalam tentang kenapa memilih nomor 5, Husin Muchtar yang merupakan salah satu Ketua Tokoh Adat di Lampung Tengah bergelar Pangeran Permata Jagat itu mengatakan bahwa berdasarkan pertimbangan kesalahan yang dilakukan oleh Bapak Wilson Lalengke tidaklah berat. "Yang dilakukan Pak Ketum PPWI tidak berat, yakni hanya menjatuhkan papan karangan bunga dan itupun tidak terjadi kerusakan yang berarti dan sudah diberdirikan kembali setelah dirobohkan," tuturnya dengan nada prihatin melihat kondisi yang terjadi saat ini. (TIM/Red)

Kapolda Lampung Digeser ke Kemenhub, Kapolres Lampung Timur Kemana?

Juni 23, 2022



Foto: Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution dan ex.Kapolda Lampung, Irjen Pol Hendro Sugiatno dalam sebuah kegiatan lapangan di Lampung Timur

Jakarta, BeritaKilat.Com - Beredarnya berita  terkini bahwa Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menggeser 3 (tiga) Kapolda, yang salah satunya Kapolda Lampung, Irjen Pol. Hendro Sugiyatno, sejumlah awak media dan ribuan anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) sontak mengancungkan jempol kepada Kapolri. Selain itu, beragam komentar terkait mutasi Kapolda Lampung ini berseliweran di beberapa WhatsApp Group para wartawan. 


Pasalnya, Hendro Sugiyatno belakangan ini menjadi sorotan kalangan dunia pers independen karena diduga turut berperan dalam skenario kriminalisasi Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA, yang ditangkap di halaman Polda Lampung, 12 Maret 2022 lalu. Hal tersebut menimbulkan berbagai spekulasi tentang apa motif di balik kriminalisasi terhadap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 tersebut.


Padahal, kasus yang ditimpakan kepada Wilson Lalengke hanyalah tindakan merobohkan papan karangan bunga di halaman Polres Lampung Timur, yang bertuliskan ucapan selamat bagi Tekab 308 Polres Lampung Timur yang telah menangkap oknum wartawan yang dituduh polisi memeras Rio. Sebelumnya, Rio diberitakan soal perselingkuhannya, dan menyogok sang wartawan yang disusul kemudian si wartawan ditangkap langsung oleh sekitar 20-an orang polisi dari Polres Lampung Timur.


Kini, Kapolri menggeser Hendro Sugiyatno ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) R.I, namun hingga berita ini diturunkan belum ada kabar akan ditempatkan ke bidang mana. Ada beberapa spekulasi yang beredar, eks Kapolda Lampung tersebut mungkin akan masuk ke Inspektorat Jenderal Kemenhub, dengan argumentasi di situ biasanya peluang orang baru dari luar instansi.


Menanggapi hal tersebut, Ketua II/ Ketua Harian Dewan Pengurus Nasional PPWI, Danny P.H. Siagian, SE., MM, mengatakan hanya ada dua kemungkinan bagi mereka yang dirotasi.


“Biasanya, hanya ada dua kemungkinan yang umumnya berlaku sebagai alasan kuat mutasi jabatan orang-orang berpangkat maupun di instansi tujuan, yakni dibutuhkan atau disingkirkan,” ungkapnya dalam bincang-bincang dengan awak media di Jakarta Timur, Rabu malam (22/06/2022).


Apalagi, lanjut Danny, Kapolda penggantinya, Irjen Pol. Akhmad Wiyagus yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Gorontalo, dikenal sebagai polisi anti suap. Tentunya hal itu menarik untuk dianalisis terkait masuknya Akhmad Wiyagus menjadi Kapolda Lampung.


“Nah, ini dia baru seru! Penggantinya Irjen Pol. Akhmad Wiyagus, dikenal sebagai polisi anti suap ternyata. Dan saat ini beliau sebagai nominator Hoegeng Awards. Sementara agenda Hoegeng Awards 2022 sekarang ini sedang uji publik terhadap 9 besar kandidat, yang salah satunya adalah Irjen Wiyagus. Wow...keren,” tandasnya.


Yang jadi pertanyaan, kata Danny yang pernah jadi narasumber dalam beberapa event Pelatihan Jurnalistik di jajaran Polda-polda ini, Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution nanti mau kemana? “Haha... Jadi, nanti Kapolres Lampung Timur mau kemana? Kapolda yang baru ini polisi anti suap lho. Nggak bisa macam-macam. Kena libas langsung,” ungkapnya mesem.


Menurut Danny yang cukup lama sebagai wartawan di liputan DPR/MPR/DPD RI Senayan, Jakarta ini, biasanya jika ada Kapolda baru di suatu wilayah, akan terjadi lagi rotasi atau mutasi di jajaran di bawahnya.


“Biasanya kan, kalau ada Kapolda baru di suatu wilayah, akan terjadi lagi rotasi atau mutasi para Kapolres. Memang ini hal biasa. Tapi, kadang belum tentu jajaran Kapolres di bawahnya langsung disingkirkan, jika kinerjanya masih bagus atau memang masih dibutuhkan. Kecuali, jika kinerjanya jelek, ya siap-siaplah disingkirkan,” pungkasnya.


Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam kasus yang dikenal dengan sebutan PERSEMAR-22 (Peristiwa Sebelas Maret 2022 - red) yang melibatkan Wilson Lalengke sebagai pelaku, Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution, menurunkan pasukannya untuk menangkap Wilson dan kawan-kawannya di halaman Polda Lampung. Termonitor, ada sekitar 29 orang yang dikerahkan, lengkap dengan senjata laras panjang.


Setelah Wilson ditangkap, diketahui pula, sang Kapolres berbohong kepada Wilson untuk melepaskannya, asal dia mau meminta maaf kepada Kapolri, Kapolda, Kapolres, para Pejabat Forkopimda, serta masyarakat adat, dengan mengenakan rompi tahanan warna oranye, dalam Konperensi Pers yang digelar Kapolres, dua hari setelah ditangkap. Ternyata, setelah itu, malah tak pernah lagi ada pembicaraan apapun terhadap janji palsunya itu.


Menurut informasi, setelah Konperensi Pers itu, Kapolres Zaky dipanggil Kapolda Hendro Sugiyatno, sehingga sejak saat itu, terjadilah perubahan sikap drastis. Bahkan Tim Penasehat Hukum Wilson Lalengke juga coba menghubunginya, tidak ada respons lagi. 

 

Wilson dan kawan-kawannya (Edy S dan Sunarso - red) akhirnya ditahan hingga kini, dan masih berlangsung proses hukum di Pengadilan Negeri Sukadana, Lampung Timur. Informasi terkini, Wilson dituntut Jaksa Penuntut Umum 10 bulan penjara, dan kawan-kawannya 8 bulan penjara masing-masing, potong masa tahanan.


Namun, Senin (20/06/2022), Tim Penasehat Hukum (PH) Wilson Lalengke telah membacakan Pledoi, yang pada intinya mematahkan seluruh pasal yang disangkakan, karena ada 71 kejanggalan dalam BAP dengan kesaksian para saksi di Pengadilan. Ada pemalsuan tandatangan para saksi juga, sehingga Tim PH meminta Majelis Hakim memeriksa saksi verbalisan, yang tak lain adalah para penyidik kepolisian itu, pada sidang sebelumnya.


Tim PH Wilson, Advokat Ujang Kosasih, S.H. dan Advokat Heryanrico, S.H., C.T.A., C.L.A., dalam persidangan membacakan Nota Pembelaan, meminta agar Majelis Hakim membebaskan Wilson Lalengke dan kawan-kawannya, karena tidak terbukti secara sah melakukan pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHPidana yang disangkakan. Dari fakta persidangan juga tidak terbukti adanya perbuatan pidana yang didakwakan JPU terkait Pasal 335 KUHPidana, yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Di sinilah terungkap, Polres Lampung Timur sejak awal menggiring kasus perobohan papan karangan bunga ini seolah-olah sebagai kasus yang sangat amat besar, padahal dengan meminta maaf saja itu bisa selesai. (TIM/Red)

Viral..!! Gegara Isi Sempak Oknum Tokoh Adat Buay Beliuk Negeri Tua, Ketum PPWI Dituntut 10 Bulan Penjara

Juni 19, 2022

 


JAKARTA, BeritaKilat.Com – Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, dituntut 10 bulan penjara terkait kasus perobohan papan bunga yang terjadi di Mapolres Lampung Timur, Jumat, 11 Maret 2022 lalu. Tuntutan itu dibacakan oleh JPU, Mochamad Habi Hendarso, S.H., M.H., pada sidang ke-10 yang berlangsung di PN Sukadana, 16 Juni 2022.

"Berdasarkan keterangan para saksi, terdakwa Wilson Lalengke terbukti bersalah melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHPidana dan Pasal 335 KUHPidana. Untuk itu yang bersangkutan dituntut hukuman penjara 10 bulan dipotong masa tahan," ungkap Habi Hendarso dalam berkas tuntutannya, Kamis, 16 Juni 2022 di depan Majelis Hakim 

Sementara itu, kedua rekannya, Edi Suryadi dan Sunarso, masing-masing dituntut Jaksa dengan hukuman penjara 8 bulan penjara potong masa tahanan. Selain itu, ketiga pesakitan atas kasus yang dikenal dengan Peristiwa Sebelas Maret 2022 atau PERSEMAR-22 itu dituntut membayar biaya perkara masing-masing Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah).

Sebagaimana banyak diberitakan sebelumnya, PERSEMAR-22 merupakan buntut dari perilaku bejat seorang oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur bernama Mas Rio. Oknum tokoh adat yang disinyalir merupakan orang dekat Bupati Lampung Timur tersebut diduga kuat menjalin hubungan terlarang alias selingkuh dengan seorang wanita berinisial DW, kerabat mantan Bupati Lampung Tengah. 

Perselingkuhan oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur, yang bergelar Rajo Puting Ratu, ini tercium oleh istri sah yang bersangkutan berinisial DS, yang kemudian menghubungi wartawan Muhammad Indra, Sekretaris DPC PPWI Lampung Timur. DS meminta bantuan agar Muhammad Indra mempublikasikan cerita sedihnya itu di media online yang dikelolanya, www.resolusitv.com. 

"Miris banget, gara-gara kenakalan isi sempak si tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Mas Rio akhirnya orang dituntut hukuman 10 bulan penjara," ujar seorang wartawan Lampung Timur yang dimintai komentarnya usai mengikuti persidangan.

Mengikuti kronologi kejadian dari awal pemberitaan perselingkuhan oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur, Mas Rio, hingga ke penuntutan Wilson Lalengke Cs ke PN Sukadana, kasus itu tidak lepas dari dugaan adanya keterlibatan Polres Lampung Timur. Kolaborasi Forkompinda yang telah berkomitmen untuk saling mendukung dalam segala permasalahan di Kabupaten Lampung Timur memuluskan program kriminalisasi terhadap wartawan Muhammad Indra, yang kemudian berlanjut dengan kriminalisasi terhadap Ketua Umum PPWI bersama kawan-kawannya.

Menanggapi tuntutan JPU yang meminta Majelis Hakim menghukumnya 10 bulan penjara, Wilson Lalengke mengatakan bahwa tuntutan itu terlalu kecil. "Bagi saya, tuntutan 10 bulan itu terlalu kecil jika hal itu dimaksudkan untuk mengobati rasa sakit hati beberapa oknum yang merasa tersakiti akibat PERSEMAR-22. Namun jika untuk menegakkan aturan hukum sesuai pasal-pasal yang dituduhkan, tentu para pakar dan praktisi hukum serta publik dapat menilainya sendiri, apakah unsur-unsur pelanggaran pidananya terpenuhi," jelas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini menjawab pertanyaan wartawan yang dikirimkan melalui Sekretariat PPWI Nasional, Jumat, 18 Juni 2022. 

Kasus Muhammad Indra itu, demikian Wilson Lalengke, hanyalah ibarat setitik buih di luasnya hamparan buih persoalan wartawan kelas akar rumput yang menyebar di seantero pelosok Nusantara. Mereka tidak berdaya menghadapi perlakuan yang tidak semestinya dari kalangan masyarakat kelas elit, pengusaha, penguasa, dan aparat. Ratusan ribu wartawan start-up yang hanya bermodalkan idealisme tanpa dukungan finansial yang memadai tumbuh bersama pesatnya kemajuan teknologi informasi internet yang menyediakan potensi pengembangan media online dalam dua dekade terakhir.

"Para wartawan di daerah-daerah yang secara nyata telah membuat pembangunan di wilayahnya semakin bergairah, dengan mudahnya dipermainkan oleh para elit, pengusaha, penguasa, dan aparat melalui berbagai modus, strategi, dan trik, salah satunya dengan memanfaatkan tangan dan jerat hukum," terang lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris, ini sedih. 

Wartawan Muhammad Indra, lanjutnya, seperti juga warga di kalangan sosial kelas bawah lainnya, dengan gampangnya diciduk polisi hanya dengan delik tuduhan sepihak yang amat bias. Polisi dengan entengnya menangkap seseorang hanya dengan mendengarkan pengaduan dan informasi dari satu oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental bandit yang menuduhnya melakukan pemerasan Rp. 50 juta, padahal yang dia terima hanya Rp. 2,8 juta dari oknum tersebut. Pembelaan terhadap wartawan, terutama dari penguasa dan aparat, hampir di titik nol koma nol. Mereka hanya dibutuhkan pada saat menjelang pesta demokrasi, pilkada, pilpres, dan pileg. Ketika pesta usai, usai jugalah cerita tentang nasib mereka. 

"Yang parahnya, Kapolri dan Kapolda Lampung pun bisa dikibuli Kapolres Lampung Timur soal tuduhan pemerasan Rp. 50 juta itu. Kapolri juga dibohongi Kapolres yang mengatakan bahwa para tokoh adat Lampung Timur yang melaporkan saya dan kawan-kawan ke Polres, padahal faktanya tidak ada laporan polisi yang dibuat tokoh adat ke Polres. Parah betul sistem informasi di lingkungan Polri kita sekarang ini," beber tokoh pers nasional yang sudah melatih ribuan anggota TNI-Polri, mahasiswa, PNS, wartawan, dan masyarakat umum di bidang jurnalistik itu. 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dimandulkan. Undang-Undang yang sedianya dibuat untuk menjamin pengembangan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers pasca reformasi gagal menjalankan misinya. Berbagai peraturan ilegal, yang tidak memiliki landasan hukum dalam penerbitannya, dikeluarkan oleh berbagai instansi di daerah-daerah, yang dimotori oleh lembaga Dewan Pers didukung underbow-nya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), bertujuan untuk menghambat dan pada banyak kasus berujung pada penangkapan, bahkan penyiksaan dan pembunuhan wartawan. 

"Majelis Hakim telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana penampilan ahli pidana Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., yang notabene adalah bagian dari PWI dan Dewan Pers, di pengadilan ini, yang secara atraktif telah melecehkan eksistensi saya dan PPWI sebagai pegiat di bidang jurnalisme dan kewartawanan. Bahkan untuk bertanya pun kepada polisi humas Syarifudin, saya divonisnya tidak punya hak. Ini adalah serangan yang luar biasa bengis terhadap saya sebagai Warga Negara Indonesia dan pengemban UU Nomor 40 tahun 1999," tegas Wilson Lalengke menyesalkan kesaksian Eddy Rifai yang membawa-bawa kepentingan kelompoknya ke persidangan. 

Keberadaan wartawan yang dideklarasikan sebagai pilar keempat demokrasi, sungguh sangat memprihatinkan.  Mereka dibutuhkan namun kerap dilecehkan, dianggap sebagai hama pengganggu zona nyaman para oknum pejabat, penguasa, pengusaha, dan aparat bermental bandit, bejat, dan korup di berbagai daerah. Pengayoman dan perlindungan dari pengampu kebijakan pemerintahan, dari tingkat pusat sampai daerah, kepada mereka nyaris tidak ada. 

"Suara dan perlakuan miring, melecehkan, dan menista dari para oknum yang kepentingan korupsi-kolusi-nepotismenya terganggu, terhadap wartawan teramat sering terjadi, bahkan intensitasnya cenderung menanjak. Jangankan penghargaan dan rasa empati kepada mereka, tidak jarang yang didapatkan adalah penganiayaan hingga berujung kematian," pungkas alumni program persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 itu mengakhiri pernyataannya. (TIM/Red)

Sidang Ke-9 Kasus Papan Bunga, Saksi Verbalisan Sebut Salah Ketik, Hakim Terlihat Santuy

Juni 14, 2022



Lampung Timur, BeritaKilat.Com - Persidangan ke-9 atas kasus perobohan papan bunga di PN Sukadana telah berlangsung Senin, 13 Juni 2022 kemarin. Agenda utama adalah pemeriksaan terdakwa dan mendengarkan keterangan saksi verbalisan atau penyidik.

Sidang yang dimulai sekitar pukul 10.30 wib itu, diawali dengan pemeriksaan terhadap Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA bersama rekannya Edi Suryadi, SE (Ketua DPD PPWI Lampung) dan Sunarso (Ketua DPD NGO Lantai dan Pimred media lokal Lampung Timur, Lantainews.Com). Dari pantauan di persidangan, JPU diberi kesempatan pertama untuk bertanya kepada para pesakitan dalam kasus yang mendapat perhatian besar publik tersebut. 

Pertanyaan JPU, Penasehat Hukum Wilson Lalengke, maupun Majelis Hakim mencakup cukup banyak hal, termasuk tujuan utama alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 dan rombongannya datang ke Polres Lampung Timur. Ketiga terdakwa terlihat tidak kesulitan memberikan keterangannya karena mereka sangat memahami tujuan dan segala rangkaian peristiwa yang terjadi sepanjang kunjungan pada Jumat, 11 Maret 2022, lalu.

Sesuatu yang cukup menarik adalah terkait pertanyaan JPU kepada Wilson Lalengke mengenai apakah yang bersangkutan merasa punya hak untuk merobohkan papan bunga yang bertuliskan selamat dan sukses kepada polisi yang menangkap oknum wartawan pemeras. Atas pertanyaan itu, lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris, ini dengan tegas mengatakan bahwa sebagai pimpinan nasional dari organisasi PPWI yang mewadahi para wartawan dan pewarta warga di seluruh Indonesia dan di luar negeri, dia mempunyai kewajiban moral untuk melakukan tindakan preventif atas munculnya opini negatif terhadap wartawan. 

"Sebenarnya tidak hanya saya yang dipertanyakan tentang hak merobohkan papan bunga yang melecehkan wartawan itu, tapi tanya jugalah kepada pemasang papan bunga apakah mereka punya hak memasang papan bunga semacam itu?" sergah Wilson Lalengke membalikkan pertanyaan itu ke JPU di persidangan, Senin, 13 Juni 2022.

Selain masalah perobohan papan bunga, Majelis Hakim terlihat fokus juga kepada sejarah lahirnya PPWI, legalitas PPWI, dan mekanisme pemilihan Ketua Umumnya, serta perbedaannya dengan PWI. Atas berbagai pertanyaan itu, Wilson Lalengke yang sudah memimpin PPWI selama 15 tahun menjawab dengan lancar dan lugas.

Sehubungan dengan keterangan dalam dokumen BAP-nya yang terlihat rancu di bagian kronologi kejadian, Wilson Lalengke menyatakan mencabut keterangannya yang tertuang di BAP Nomor 34 tentang kronologi kejadian. Dia beralasan bahwa dalam poin itu, dia merasa tidak mencantumkan beberapa nama yang pada saat kejadian dia belum kenal.

"Saya mencabut keterangan saya di nomor 34 Yang Mulia, karena beberapa nama yang ada dalam kronologi itu saya tidak kenal saat peristiwa itu terjadi, seperti Kasatreskrim dan Syarifudin. Bagaimana mungkin saya mengatakan bahwa saya mendorong papan bunga disaksikan Syarifudin? Saya tidak kenal dia, sehingga aneh jika saya ceritakan kronologi kejadian dengan menyebut namanya di BAP saya itu," jelasnya sambil menyebutkan suasana yang terjadi saat penyidikan yang disebutnya ada pengarahan dari oknum penyidik Hendra Abdurahman.

Sementara itu, pada sidang sesi ke-2 usai makan siang dan sholat Zuhur, dihadirkan dua penyidik dari Polres Lampung Timur dalam kapasitas sebagai saksi verbalisan. Mereka adalah Kanit Tipidter, IPDA Meidy Hariyanto, S.H., M.H. dan Kanit Tipikor, IPDA Hendra Abdurahman, S.Sos, M.H 

Saat Hendra Abdurahman ditanyakan soal beberapa keterangan para saksi yang berbeda dengan pengakuan mereka di persidangan, Hendra bersikeras bahwa apa yang ada dalam BAP adalah sesuai informasi yang diberikan saksi-saksi saat di-BAP. Ketika didesak PH Wilson Lalengke, Advokat Daniel Minggu, S.H, tentang mengapa bisa berbeda antara isi BAP dengan keterangan di pengadilan, Majelis Hakim langsung memotong pembicaraan Advokat Daniel Minggu dan sibuk menjelaskan bahwa majelis hakim berkewajiban menanyakan kepada saksi di persidangan apakah saksi akan menggunakan keterangan di BAP atau keterangan di pengadilan.

"Jadi itu tidak perlu dipersoalkan atau dibahas dengan saksi verbalisan ini, karena saat saksi bersaksi di persidangan, majelis berkewajiban menanyakan saksi itu apakah mau pakai keterangan di BAP atau di persidangan," kata hakim Diah Astuti, S.H., M.H.

Menanggapi hal tersebut, Daniel Minggu mengatakan bahwa benar majelis hakim berhak untuk hal itu. Namun masalahnya, akibat keterangan di BAP saksi yang dibantah di pengadilan itu, ada orang yang teraniaya dipenjarakan. "Jadi yang mulia, persoalan yang saya tidak bisa pahami adalah akibat keterangan saksi di BAP, yang kemudian dibantah di persidangan, klien saya masuk penjara, sehingga hal seperti ini harus ada yang bertanggung jawab," timpal Advokat kelahiran Kalimantan itu.

Merespon hal tersebut, Ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, menjawab enteng bahwa hal itu hanya persepsi PH saja. "Itu khan persepsi Saudara, pendapat Saudara ya, silahkan saja, nanti tuangkan dalam pledoi Saudara. Kami Majelis Hakim sudah mencatat juga, dan kami sudah menanyakan ke saksi saat mereka hadir di persidangan," imbuh Diah Astuti yang menjabat sebagai Wakil Ketua PN Sukadana itu. 

Dari banyak hal menarik di persidangan kali ini, PH mempersoalkan juga tentang penerapan Pasal 170 KHUP subsider 406. Menurut Advokat Daniel Minggu ada hal yang janggal pada penerapan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan subsider 406 KUHP tentang pengrusakan. Ia mempertanyakan bahwa penerapan Pasal 170 itu dimaksudkan supaya Wilson Lalengke dan kawan-kawan bisa ditahan karena ancamannya 5 tahun lebih. Nah, apabila itu tidak terpenuhi unsurnya, maka subsider (diganti) Pasal 406.

Menjawab hal itu, saksi verbalisan Meidy Hariyanto menjawab bahwa itu bukan subsider, tapi "dan/atau". Ketika ditunjukkan bukti kata subsider di dokumen BAP, dengan gampang dia menjawab salah ketik. "Itu salah ketik, di dokumen berkas saya pakai kata dan/atau," ujar Meidy Hariyanto.

Melihat perdebatan itu, Majelis Hakim tidak merespon apa-apa. Termasuk saat JPU memprotes Advokat Daniel Minggu yang terus mempertanyakan siapa yang merobah kata "dan/atau" menjadi subsider. "Apakah mungkin dirobah di kejaksaan?" ujar Daniel yang langsung mendapat reaksi bantahan dari JPU Mochamad Habi Hendarso, S.H., M.H.

Dalam teori dan penerapan hukum, jelas Daniel Minggu, kata subsider dan frasa dan/atau memiliki pengertian dan konsekwensi berbeda. Subsider diartikan bahwa jika Pasal pertama, misalnya 170 KUHP, tidak terpenuhi unsurnya, maka diganti dengan Pasal 406 KUHP. Sementara frasa dan/atau dimaknai kedua pasal itu bisa digunakan keduanya, juga bisa salah satunya.

Ketika hal itu ditanyakan kepada saksi Meidy Hariyanto, lagi-lagi Majelis Hakim menyela dengan mengatakan bahwa hal itu seharusnya ditanyakan kepada ahli. "Dari awal saya ingatkan bahwa penyidik ini dihadirkan sebagai saksi verbalisan, bukan saksi ahli. Jadi, harus dibedakan ya. Namun terserah saksi, apakah mau dijawab atau tidak pertanyaan dari penasehat hukum ini," kata Diah Astuti, yang langsung dijawab oleh Meidy Hariyanto dengan mengatakan menolak untuk menjawab.

Sebelum sidang ditutup, Ketua Tim PH Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, S.H., meminta ketegasan Majelis Hakim dalam menyikapi para saksi fakta yang memberikan keterangan bohong di pengadilan. Namun, lagi dan lagi, Ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, S.H., M.H., dengan santuy (santai) mengatakan bahwa itu pendapat PH saja. "Itu kan pendapat Saudara penasehat hukum. Sekali lagi saya jelaskan itu menjadi kewenangan Majelis Hakim yang akan dituangkan dalam putusan. Dilihat saja nanti di putusan Majelis Hakim ya," ujar Diah Astuti. 

Merespon penjelasan itu, Advokat Ujang Kosasih menjawab, "Lah, itu fakta persidangan Yang Mulia, bukan pendapat saya, ada beberapa saksi yang memberikan keterangan bohong di persidangan ini," tegas advokat dari Baduy, Banten, itu. 

Saat dimintai tanggapannya atas hasil persidangan hari Senin, 13 Juni 2022 ini, terdakwa Sunarso hanya tersenyum kecut sambil berujar kok bisa yaa BAP yang salah ketik membuat orang masuk sel. "Herannya, salah ketik di BAP itu terlihat seperti biasa saja oleh Majelis Hakim ya, hehe. Ada-ada saja hukum kita," kata Pimred media online Lantainews.Com yang ikut tersangkut perkara perobohan papan bunga tersebut walau hanya karena ikut melepas tali pengikat papan bunga berisi pelecehan terhadap wartawan yang direbahkan itu, Selasa, 14 Juni 2022. (*/Red)

Geger...!!! Diduga Keras PWI dan Dewan Pers di Balik Kriminalisasi Ketum PPWI

Juni 07, 2022

 


LAMPUNG TIMUR, BeritaKilat.Com - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Dewan Pers terindikasi kuat berada di balik proses kriminalisasi Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA. Dugaan tersebut muncul berdasarkan adanya keterangan saksi ahli pidana yang dihadirkan JPU dalam sidang ke-7 kasus perobohan papan bunga di PN Sukadana, Lampung Timur, Senin, 6 Juni 2022.

Hal itu disampaikan oleh Ketum PPWI, Wilson Lalengke, yang didudukan sebagai pesakitan kasus ini kepada jaringan media se tanah air usai mengikuti persidangan. "Dari persidangan hari ini, Senin, 6 Juni 2022, di PN Sukadana, terungkap fakta bahwa diduga kuat PWI dan Dewan Pers berada di balik kriminalisasi terhadap saya dan kawan-kawan. Indikasi itu terlihat dari keterangan saksi ahli pidana dari JPU, Eddy Rifai, yang membawa-bawa nama PWI dan Dewan Pers dalam keterangannya soal UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers," ungkap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Eddy Rifai (60) yang merupakan dosen di Universitas Negeri Lampung ini, sambung Wilson Lalengke, menyampaikan di persidangan bahwa semua orang yang bukan anggota PWI dan tidak terverifikasi menjadi konstituen Dewan Pers dianggap bukan wartawan dan tidak boleh menggunakan UU Pers. "Saksi ahli Eddy Rifai itu juga sempat mengeluarkan pernyataan bahwa karena saya dan PPWI selalu menggaungkan pembubaran Dewan Pers dan menolak UKW Dewan Pers, maka saya tidak dilindungi Undang-Undang Pers," tambah tokoh pers nasional ini.

Menanggapi keterangan Eddy Rifai yang sebenarnya melenceng dari substansi kehadirannya sebagai saksi ahli pidana terkait kasus perobohan papan bunga yang terjadi di Mapolres Lampung Timur beberapa waktu lalu tersebut, Wilson Lalengke mengatakan di persidangan itu bahwa saksi ahli Eddy Rifai tidak memahami esensi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Ia kemudian meminta agar Eddy Rifai menunjukkan pasal mana di dalam UU Pers tersebut yang memberikan kewenangan kepada Dewan Pers untuk melakukan verifikasi dan UKW.

Selain itu, Wilson Lalengke juga menegaskan kepada saksi ahli Eddy Rifai agar tidak membawa-bawa kepentingan pribadi atau kelompoknya dalam persidangan yang sedang digelar saat itu. "Saksi ahli Eddy Rifai sempat keceplosan bicara bahwa dia mantan pengurus PWI Lampung selama lima tahun, dia juga pimred sebuah media di Bandar Lampung. Jadi, saya tegaskan ke saksi ahli itu agar jangan bawa-bawa interest pribadi dan kelompoknya ke persidangan ini. Saya juga langsung meminta Majelis Hakim untuk mencatat hal tersebut," urai trainer yang sudah melatih ribuan anggota TNI-Polri, mahasiswa, PNS, dosen/guru, LSM, wartawan dan masyarakat umum di bidang jurnalistik ini.

Untuk diketahui, pada persidangan ke-7 ini JPU hanya mampu menghadirkan satu saksi dari dua orang saksi ahli yang dijanjikan untuk hadir. Saksi ahli yang hadir adalah Dr.  Eddy Rifai, SH, MH, seorang ahli pidana yang merupakan dosen PNS di Universitas Negeri Lampung. Sementara yang tidak dapat hadir adalah Octa Reny Setiawati, S.Psi, M.Psi, seorang psikolog dan dosen di sebuah universitas di Bandar Lampung.

Seperti halnya para saksi yang sudah dihadirkan dalam persidangan-persidangan terdahulu, ternyata saksi ahli Eddy Rifai tidak steril dari dugaan memberikan keterangan palsu atau bohong di BAP-nya. Salah satunya adalah keterangan Eddy Rifai dalam BAP yang menyatakan: "... berdasarkan keterangan Ahli Psikologi menyatakan bahwa saudara Syarifudin mengalami trauma psikis."

"Namun di persidangan Eddy Rifai mengaku dia tidak melihat hasil pemeriksaan Ahli Psikologi karena masih dalam proses, belum selesai dibuat. Keterangan soal Syarifudin mengalami trauma psikis itu dia dapatkan dari keterangan penyidik dan informasi dari Syarifudin melalui telepon," jelas Ketua Penasehat Hukum (PH) Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, SH kepada wartawan usai persidangan, Senin, 6 Juni 2022.

Ketum PPWI, Wilson Lalengke, saat diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk bertanya kepada saksi ahli, menegaskan secara blak-blakan bahwa saksi ahli Eddy Rifai semestinya tidak mengatakan berdasarkan keterangan Ahli Psikologi. "Seharusnya, yang benar adalah Prof. Eddy Rifai katakan saja di BAP 'berdasarkan keterangan penyidik, bukan keterangan Ahli Psikologi'. Keterangan di BAP ini masuk kategori sebagai kebohongan," sergah lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris, ini mempertanyakan kebenaran keterangan ahli pidana itu dalam BAP-nya.

Wilson Lalengke selanjutnya meminta tanggapan dari Eddy Rifai terkait ketidak-sesuaian keterangan di BAP dengan fakta sesungguhnya. Tapi saksi ahli ini tidak bisa menjawab dan memilih tidak memberikan respon atas kejanggalan atau keterangan bohong itu.

Selain itu, muncul fakta mengejutkan dari saksi bergelar doktor ini terkait keterangan di BAP-nya yang mengatakan bahwa Wilson Lalengke dapat dijerat dengan Pasal 335 KUHP (kekerasan dengan ancaman) karena tokoh pers nasional itu dinilainya tidak punya hak memanggil dan menanyai polisi Syarifudin. "Pelaku tidak mempunyai hak, tidak berhak, atau bertentangan dengan hak-hak orang lain, dalam hal ini perbuatan Wilson Lalengke tidak mempunyai hak bertanya kepada Syarifudin (yang mempunyai hak adalah pimpinan Syarifudin)," terang ahli pidana Eddy Rifai dalam BAP-nya pada poin nomor 29.

Menjawab tuduhan 'tidak mempunyai hak bertanya' itulah yang kemudian menimbulkan sejumlah pertanyaan dari PH Wilson Lalengke kepada saksi ahli Eddy Rifai terkait hak Ketum PPWI itu untuk bertanya kepada Syarifudin, staf humas Polres Lampung Timur yang ada di lokasi kejadian. Keterangan saksi ahli itu selanjutnya merembet ke persoalan verifikasi dan UKW Dewan Pers serta keharusan menjadi anggota PWI untuk diakui sebagai wartawan. 

"Eddy Rifai itu tidak sadar diri, dia itu sebenarnya berprofesi sebagai dosen PNS atau wartawan profesional? Dengan keterangan di persidangan hari ini, dia secara terang-terangan membuka boroknya sendiri, benar-benar konyol..!" celutuk Wilson Lalengke dalam hati

Walaupun keterangan saksi ahli pidana dari JPU, Dr. Eddy Rifai, itu dihadirkan untuk memperkuat dakwaan Jaksa, namun kehadirannya justru memberikan sesuatu keterangan yang memperkuat posisi terdakwa Wilson Lalengke dan dua rekannya, Edi Suryadi dan Sunarso. Pasalnya, dalam keterangannya terkait video yang dihadirkan di persidangan oleh penyidik dan JPU, Eddy Rifai menjelaskan bahwa video itu bukan berfungsi sebagai alat bukti dalam kasus perobohan papan bunga yang merupakan delik pidana umum.

"Poin pentingnya adalah ahli pidana Eddy Rifai mengatakan di persidangan bahwa dua vidio yang dijadikan alat bukti dipersidangan oleh JPU itu hanya petunjuk, bukan alat bukti yang sah. Saat video itu akan diputar di persidangan tadi, saksi ahli juga menolak diputarkan, dia tidak mau melihatnya," terang Advokat Ujang Kosasih, S.H. yang didampingi oleh rekannya, Advokat Heryanrico Silitonga, S.H., T.L.A., C.L.A.

Ahli pidana Eddy Rifai, tambah Ujang Kosasih, menjelaskan bahwa jika sebuah video akan digunakan sebagai alat bukti di persidangan, maka harus melalui proses uji digital forensik terlebih dahulu untuk menguji keaslian video tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Tim PH, yang selama persidangan-persidangan menolak untuk melihat video dari JPU saat diputar di persidangan akibat belum melalui uji digital forensik. 

Poin penting lainnya dari keterangan saksi ahli, demikian Ujang Kosasih dan Heryanrico Silitonga, Eddy Rifai menerangkan bahwa penerapan Pasal 406 KUHP (pengrusakan)  dalam kasus perobohan papan bunga ini tidak tepat. "Menurut ahli tidak masuk, tidak memenuhi unsur pidananya," kata kedua advokat handal dari PPWI Nasional itu. 

Berdasarkan keterangan ahli pidana tersebut disimpulkan bahwa semua keterangan ahli dan saksi-saksi yang didasarkan pada video (yang diperlihatkan penyidik saat di-BAP - red) harus dikesampingkan atau tidak dapat dijadikan pertimbangan hukum. "Jadi, semua pendapat ahli yang berdasarkan pengamatan video yang tidak diperiksa melalui proses uji digital forensik dikesampingkan," pungkas Advokat Ujang Kosasih.

Persidangan berikutnya (sidang ke-8) akan digelar pada hari Selasa, 7 Juni 2022, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari terdakwa. (TIM/Red)

Kesal karena Terbongkar Bohongnya, Tokoh Adat Lampung Timur Azzohirry Mengamuk di Pengadilan

Mei 31, 2022

 


Bandar Lampung, BeritaKilat.Com - Fenomena menarik tak terduga terjadi hari Senin kemarin, 30 Mei 2022, di PN Sukadana, Lampung Timur. Seorang saksi yang dihadirkan JPU dalam persidangan kasus perobohan papan bunga atas nama Azzohirry Z.A. bin Zainul Arifin (49) mengamuk saat sesi pemeriksaan barang bukti yang digelar di teras gedung pengadilan.

Pasalnya, Azzohirry diminta oleh PH Wilson Lalengke, Advokat Heryanrico Silitonga, S.H., T.L.A., C.L.A., untuk menunjukkan bagian papan bunga yang diklaimnya rusak akibat dirobohkan oleh Wilson Lalengke dan kawan-kawan pada saat kejadian. Merespon permintaan itu, mantan ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Lampung Timur ini langsung menuju kaki papan bunga yang patah dan memukul pada bagian patahan tersebut dengan penuh emosi,.

"PH bertanya kepada Azzohirry, 'bagian mana pada papan bunga yang dirusak terdakwa?' Azzoherri balik bertanya, 'menurut PH yang mana? Dilihat saja sendiri!!' Kemudian dia maju ke depan sambil emosi memukul kayu penyangga yang patah sambil berkata marah: 'Ini yang patah!! Tau kamu orang!!' Melihat kejadian memalukan itu, pihak pengamanan internal pengadilan segera melerai, menarik lengan Azzohirry dan dibawa menjauh dari papan bunga," ungkap Ketua Tim PH Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, S.H., kepada jaringan media usai persidangan, Senin, 30 Mei 2022.

Melihat gelagat buruk itu, dan tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, para Majelis Hakim yang diketuai Diah Astuti, S.H., M.H., segera meninggalkan tempat itu dan masuk ke ruang sidang diikuti JPU dan PH.

Azzohirry yang mengaku sebagai seorang tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur ini, makin meradang ketika Advokat Heryanrico sempat menegurnya agar menghargai persidangan dengan tidak merokok saat proses sidang masih berlangsung. "Dia mengamuk sejadi-jadinya hingga sempat mencopot kopiahnya, dan menghempaskan ke bawah sambil mengumpat. Azzohirry kemudian mengancam dengan ucapan akan membawa seluruh tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua menyerbu pengadilan," terang Ujang Kosasih lagi.

Untunglah Ketua Tokoh Adat Buay Beliuk Negeri Tua, Ismail Agus bin Abdul Gani yang bergelar Suttan Pak Likur Ghatus, bersama Advokat Daniel Minggu, PH Wilson Lalengke lainnya, segera menenangkan Azzohirry dengan menggiringnya masuk ke mobilnya dan bergegas meninggalkan pengadilan. Kejadian itu tak pelak sempat membuat suasana menjadi panas dan menimbulkan kegaduhan di persidangan.

Dari pantauan wartawan di ruang sidang, sikap dan perilaku emosional Azzohirry itu bermula saat dia dicecar PH Wilson Lalengke soal siapa sebenarnya yang membuat laporan polisi terkait perobohan papan bunga. Bukannya menjawab pertanyaan PH, Advokat Ujang Kosasih, S.H., Azzohirry malah marah dan mengatakan agar PH tidak menjebaknya.

"Saudara saksi mengatakan bahwa BAP saudara dibuat atas dasar laporan tokoh adat, tapi di BAP saudara, tertulis bahwa saudara di-BAP atas laporan polisi yang dibuat Syarifudin, mana yang benar? Azzohirry bingung, kesal dan langsung marah tadi di ruang sidang dengan mengatakan PH jangan jebak-jebak saya," jelas advokat dari Baduy Banten itu.

Azzohirry semakin terpojok ketika Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, membantah pengakuan Azzohirry di persidangan bahwa pihak Wilson Lalengke cs tidak pernah merespon permintaan tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua terkait syarat perdamaian. Bahkan, sebelumnya dia menegaskan bahwa tidak pernah ada upaya berkomunikasi untuk melakukan perdamaian.

"Namun ketika dingatkan bahwa pihak keluarga Wilson Lalengke dan PH telah berulangkali mendatangi dirinya di kediamannya untuk penyelesaian damai, bahkan juga hadir bersama dalam acara Restorative Justice atau RJ di Kejari Lampung Timur, Azzohirry kemudian mengakui bahwa sudah dilakukan upaya mediasi namun gagal," jelas Advokat Ujang Kosasih.

Wilson Lalengke juga mempertanyakan pernyataan bohong saksi Azzohirry yang menyatakan bahwa dirinya tidak mau memenuhi permintaan tokoh adat saat digelar acara RJ di Kejari Lampung Timur. "Apakah Bang Herri tidak ingat bahwa saya sempat tiga kali menyampaikan bahwa saya dan kawan-kawan siap memenuhi permintaan tokoh adat dan usaha papan bunga yang merasa dirugikan? Bahkan Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Timur, Ibu Ariani, juga sudah berupaya maksimal, sampai beberapa kali mencoba menggugah hati nurani Bang Herri dengan mengatakan bahwa, 'Pak Wilson Lalengke dan kawan-kawan siap, mau minta apa saja mereka siap memenuhi permintaan tokoh adat dan pihak yang dirugikan', tapi Bang Herri tetap tidak mau berdamai, berkeras agar masalah ini tetap berproses ke pengadilan," beber Wilson Lalengke, Senin, 30 Mei 2022.

Atas beberapa kebohongan yang disampaikan Azzohirry di bawah sumpah di persidangan tersebut, kata Wilson Lalengke, pihaknya berencana melaporkan Azzohirry ke polisi. "Amat jelas dan terang-benderang dia menyampaikan keterangan bohong di pengadilan, dari soal tokoh adat membuat laporan polisi hingga berbohong bahwa saya tidak melakukan upaya damai dengan tokoh adat. Padahal saya sendiri sudah bertemu dua kali dengan Azzohirry sebelum RJ di Kejari Lampung Timur dan sepakat menempuh jalan damai atas masalah ini, dan saya siap menanggung konsekuensi yang dibebankan oleh para tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua," tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Selain Azzohirry, hadir juga sebagai saksi dari tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua, Ketua Tokoh Adat Ismail Agus bin Abdul Gani (73) dan Penyimbang Adat wilayah Negeri Jemanten, Abdul Hamid bin Hanafiah. Kedua saksi itu mengatakan bahwa mereka datang ke Polres Lampung Timur dan langsung di-BAP atas Laporan Polisi (LP) yang dilakukan oleh Syarifudin bin Ahmad Junaidi. "Pak Ismail Agus menyatakan bahwa dirinya tidak membuat LP sebagaimana yang disebutkan saksi Azzohirry pada persidangan yang sama. Jadi, jelas Azzohirry bohong soal LP dibuat oleh Ketua Tokoh Adat Buay Beliuk Negeri Tua Pak Ismail Agus," pungkas Ujang Kosasih.

Persidangan berikutnya (ke-6, akan dilangsungkan pada hari ini, Selasa, 31 Mei 2022. (TIM/Red)


Dua Saksi JPU, Pelapor dan Pemilik Papan Bunga di Sumpah serta Diingatkankan Ketua Majelis Hakim untuk Tidak Berikan Keterangan Palsu

Mei 18, 2022

 


LAMPUNG TIMUR, BeritaKilat.Com – Ketua Majelis Hakim Dian Astuti SH,.MH,. dalam sidang ke-3 Wilson Lalengke di ruang sidang Pengadilan Negeri Sukadana mengambil sumpah saksi pemilik papan bunga dan saksi pelapor Syarifudin dari Polres Lampung Timur. Selasa 17 Mei 2022.

Dian Astuti, mengingatkan kedua saksi agar tidak  memberikan keterangan palsu karena sangsinya lebih berat dari perkara yang akan disidangkan hari ini.

Terkuak dalam Fakta persidangan, Wiwik pemilik papan bunga mengaku kerugian atas perusakan papan bunga miliknya sebesar Rp,6.000.000,(enam juta rupiah) namun ternyata bukti  pembayaran yang ditunjukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke majelis hakim cuma sebesar Rp.350 ribu rupiah x 2  papan bunga atau sama dengan Rp. 700 ribu rupiah saja.

Dari pantauan awak media di ruang sidang, saksi Wiwik pemilik papan bunga memberikan keterangan berbeda diruang saat ditanya majelis hakim dalam ruang sidang, hal ini terlihat jelas saat kedua pengacara Wilson Lalengke Ujang Kosasih.SH dan Riyanrico Silatonga. SH mencecar saksi pemilik papan bunga dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kerugian 6 juta rupiah.

“Karena bukti dipersidangan yang ditunjukan cuma Rp.350 ribu rupiah untuk sewa 1 hari  x 2 atau hanya Rp. 700 ribu rupiah saja, diduga keras saksi Wiwik menyebut kerugian 6 juta rupiah ada yang mengondisikan dan tidak sesuai bukti yang dimiliki JPU, tidak hanya itu saksi Wiwik mengarang cerita bahwa dia datang ke Polres memungut bunga yang pada rontok dihalaman Polres Lampung Timur, tapi di keterangan BAP papan bunga yang dirusak tersebut sudah diperintahkan kepada karyawannya untuk di perbaiki, dan dia mengaku bahwa, dirinya tahu papan bunga rusak melalui saluran telepon selulernya dari  suaminya pada hari jumat tanggal 11 sekira pukul 11.30, jelas banyak kejanggalan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan,” pungkas Ujang Kosasih,SH. (Red)

Saksi Saripudin Anggota Polres Lamtim Diduga Berikan Keterangan Palsu dalam Persidangan ke 3 Wilson Lalengke

Mei 18, 2022

 


LAMPUNG TIMUR, BeritaKilat.Com – Agenda sidang ke tiga  Wilson Lalengke  mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan JPU, Saksi Pelapor Yakni Anggota Polres Lampung Timur diduga berpotensi dikenakan sangsi pidana sesuai pasal 242 KUHP karena disinyalir memberikan keterangan bohong dipersidangan, Selasa, 17 Mei 2022.

Saripudin saksi pelapor dari yang juga anggota polres Lampung memberikan keterangan berbeda diruang sidang, pantauan media diruang sidang, kedua PH Wilson Lalengke Ujang Kosasih.SH dan Riyanrico Silatonga.SH mencecar saksi pelapor  Saripudin dengan pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh saksi pelapor, saksi malah terlihat bingung dan gelagapan menjawab pertanyaan dua Pengacara Wilson Lalengke.

Dalam persidangan kali ini, advokat Riyanrico.SH mempertanykan terkait apakah saksi mengalami kekerasan psikis, “apakah saudara saksi pada saat masuk anggota polri dites piskolog tidak? saksi menjawab ya dites pak, kemudian bagian mana panggilan Wilson Lalengke yang membuat saksi mengalami kekerasan pisikis dan trauma? saksi menjawab ya itu he.. he..he..kamu yang polisi sini, biar saya kasih pernyataan, jangan kebiasaan, viral kan..viral kan..itu yang membuat saya trauma sampai saat ini pak, jawab saksi SARIPUDIN,saudara kan anggota polri bagian humas, membidangi hubungan masyarakat mestinya saudara saksi bijak dalam menghadapi krakter masyarakat,” ucap Riyanrico. 

Sementara itu secara bergiliran Ujang Kosasih.SH mempertanyakan kebenaran kesaksian Saripudin di Berita Acara Pemerikasaan (BAP) terkait vidio perobohan papan bunga milik saksi yang beredar luas di medsos, ketika ditanya siapa yang menyebar luaskan vidio milik saudara saksi?? tanya Ujang Kosasih.SH, Saripudin kebingungan menjawab asal-asalan saksi bahwa vidio itu didapat dari WAG Polda Lampung, tetapi di BAP menerangkan bahwa vidio miliknya itu di ambil pada saat Wilson Lalengke merobohkan papan bunga, Ujang Kosasih.SH terlihat kesal dengan saksi kemudian berkata pada Majelis Hakim.

“Cukup yang mulia saksi ini tidak jelas, saya tidak perlu melanjutkan pertanyaan lagi,” Tegas Ujang Kosasih. 

Dari pantauan media, sidang yang digelar hari selasa tanggal 17 Mei 2022 ini, selain menghadirkan saksi juga menghadirkan barang bukti papan bunga yang dirobohkan, karena barang bukti tidak bisa dibawa ke ruang sidang maka hakim JPU dan PH bersama-sama memeriksa barang bukti diluar utk memastikan bagian mana yang rusak. (Red)

Ssstt....!! Ada Polisi Hello-Kity Pembohong di Polres Lampung Timur

Mei 18, 2022

 


Bandar Lampung, BeritaKilat.Com - Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mensinyalir adanya anggota polisi bermental hello-kity alias bermental lemah bin mental kerupuk; tidak memiliki mentalitas sebagaimana sosok aparat polisi pada umumnya yang bermental baja. Si polisi berinisial SAF yang bertugas di bagian humas Polres Lampung Timur itu dikabarkan saat ini sedang menderita depresi berat, traumatik, dan berkemungkinan dapat mengalami gangguan jiwa. 

Hal itu disampaikan Wilson Lalengke kepada media ini terkait informasi yang beredar bahwa gagalnya mediasi pada acara Restorative Justice (RJ) yang digelar oleh Kejaksaan Negeri Lampung Timur beberapa waktu yang lalu disebabkan oleh penolakan SAF mencabut laporannya dan tidak mau memberi maaf kepada terlapor Wilson Lalengke dan kawan-kawannya. Sebagaimana diketahui bahwa Ketua Umum PPWI tersebut saat ini sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Lampung Timur atas dugaan melakukan pengrusakan papan bunga pada Jumat, 11 Maret 2022, di Mapolres Lampung Timur yang dilaporkan oleh SAF.

"Jika benar informasi bahwa yang bersangkutan menderita depresi berat dan traumatik karena pertanyaan saya ke dia saat peristiwa itu, maka menurut saya polisi Syarifudin bin Ahmad Junaidi tidak pantas jadi anggota Korps Bhayangkara Indonesia. Seluruh aparat negara, baik TNI maupun Polri, merupakan orang-orang terpilih dan telah menjalani serangkaian pelatihan dan penggemblengan yang ketat dan keras agar ia dapat menjalankan tugasnya sebagai aparat yang handal. Kemampuan mereka semestinya di atas rata-rata dari warga sipil biasa," beber alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012 itu, Minggu, 15 Mei 2022.

Selain bermental lemah dan rapuh, tambah Wilson Lalengke, polisi SAF yang berpangkat Brigadir Polisi tersebut diduga kuat telah melakukan kebohongan atau memberikan keterangan yang tidak benar kepada penyidik saat ia di-BAP polisi. Berdasarkan penelusurannya terhadap berkas BAP Syarifudin dan dakwaan Jaksa atas kasus hukum yang dihadapinya, Wilson Lalengke menemukan sejumlah kejanggalan dan informasi yang tidak akurat yang disampaikan oknum polisi itu.

"Saya tidak ingin menuduh Syarifudin itu benar-benar berbohong, bisa saja ini kekeliruan penyidik, perlu dibuktikan di persidangan. Namun saya lihat banyak sekali keterangan yang janggal, tidak akurat, dan bertentangan antara satu keterangan dengan keterangan lainnya dalam BAP tersebut. Ini sangat aneh," ungkap tokoh pers nasional yang dikenal sangat getol mengkritisi oknum aparat bermoral buruk di negeri ini.

Selanjutnya, Penasehat Hukum Wilson Lalengke, advokad Ujang Kosasih, SH, kemudian menunjukkan beberapa contoh kejanggalan dan keterangan yang terindikasi tidak benar dari SAF, sebagai berikut:

1. Syarifudin menerangkan kepada penyidik bahwa dia yang memasang papan bunga di depan pagar Mapolres Lampung Timur bersama Hengki (petugas dari toko papan bunga - red) pada pukul 09.30 wib. Namun saat kejadian, Wilson Lalengke menanyakan apa maksudnya pasang papan bunga itu, Syafrudin menjawab "Bukan saya yang pasang". Ketika dilanjutkan dengan pertanyaan siapa yang pasang, Syafrudin menjawab "Saya tidak tahu". Manakah dari dua keterangan itu yang benar? Yang pasti tidak mungkin keduanya benar.

2. Syarifudin menerangkan kepada penyidik bahwa peristiwa pengrusakan papan bunga (yang dipasangnya bersama Hengki pada pukul 09.30 wib - red) terjadi pada pukul 09.30 wib. Pertanyaannya adalah mungkinkah pemasangan dan pengrusakan papan bunga itu terjadi pada jam yang sama? Padahal saat kejadian dia belum ada di lokasi.

3. Pada pertanyaan penyidik nomor 38 di BAP-nya, Syarifudin menerangkan bahwa setelah diperhadapkan dengan Wilson Lalengke, Edi Suryadi, dan Sunarso, dia mengenali orang-orang tersebut yang telah melakukan pengrusakan. Atas keterangan ini, Wilson Lalengke mengaku tidak pernah diperhadapkan dengan Syarifudin itu. Jika mungkin dirinya lupa, maka Wilson dan kawan-kawannya meminta kepada oknum polisi itu menjelaskan moment Syarifudin dipertemukan dengan dirinya, yakni hari apa, tanggal berapa, jam berapa, di mana, di ruangan atau tempatnya di mana, serta keterangan lainnya terkait mereka diperhadapkan itu.

"Ini baru tiga poin, masih banyak lagi kejanggalan keterangan dan/atau informasi dari Syarifudin berdasarkan BAP-nya. Mungkin juga bukan Syarifudin yang bohong, bisa saja BAP itu hasil rekayasa oknum penyidik. Semua oknum itu sangat mungkin untuk diduga berbohong, mencontoh bosnya, Kapolres, Kasat Reskrim, dan Kanit Tipidter yang melakukan kebohongan, ingkar janji, dan menipu Wilson Lalengke dan kawan-kawan terkait penangguhan penahanan ketiga korban Kriminalisasi Polres Lampung Timur itu," papar Ujang Kosasih, Minggu, 15 Mei 2022.

Sebagai tambahan informasi, kata advokat kelahiran Banten itu, saat ini ketiga oknum pejabat Polres Lampung Timur telah dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri atas dugaan melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP). "Pak Kapolres AKBP Zaky Nasution, Kasat Reskrim AKP Ferdiansyah, dan Kanit Tipidter Iptu Meidy Hariyanto, atas permintaan klien kami, telah dilaporkan ke Mabes Polri terkait kebohongan yang dilakukan terhadap klien kami, Pak Ketum PPWI Wilson Lalengke dan kawan-kawan," tambah Ujang Kosasih.

Surat laporan pengaduan masyarakat yang dilayangkan Dewan Pengurus Nasional PPWI ke Divpropam Mabes Polri itu juga ditembuskan ke belasan instansi terkait lainnya, termasuk ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta. (TIM/Red)

Translate