Tampilkan postingan dengan label Lampung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lampung. Tampilkan semua postingan

Wartawan Muhammad Indra Divonis 1 Tahun Penjara, Majelis Hakim Terindikasi Pro Perselingkuhan

Juli 02, 2022

 


Lampung Timur, BeritaKilat.Com - Wartawan media online resolusitv.com, Muhammad Indra, divonis bersalah dan diganjar hukuman 1 tahun penjara. Pembacaan putusan Majelis Hakim yang diketuai Diah Astuti, S.H., M.H., berlangsung pada hari Rabu, 29 Juni 2022 lalu.

Vonis hakim itu lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut Muhammad Indra dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, potong masa tahanan. Dengan demikian, Muhammad Indra masih harus menjalani hukuman selama 8 bulan lagi.

Sebagaimana diketahui bahwa wartawan Muhammad Indra diajukan ke PN Sukadana, Lampung Timur, Provinsi Lampung, dengan dakwaan melakukan tindak pidana pemerasan terhadap oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua, bernama Mas Rio, yang bergelar Rajo Puting Ratu. Menurut JPU, Muhammad Indra telah memeras oknum tokoh adat bejat tersebut sebesar Rp. 2,8 alias dua juta delapan ratus ribu rupiah.

Sementara itu, dari penuturan wartawan Muhammad Indra, dalam peristiwa itu dirinya sebenarnya telah disuap oleh Mas Rio agar berita perselingkuhan oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental mesum itu dihapus dari medianya, www.resolusitv.com. Jadi, dalam konteks transaksi yang terjadi, pada hakekatnya bukan pemerasan karena alat untuk memeras tidak ada, berita yang dijadikan alasan memeras oknum bandit yang merupakan orang dekat Bupati Lampung Timur, Dawam Rahardjo, itu sudah ditayangkan beberapa hari sebelumnya.

Menanggapi vonis Majelis Hakim atas perkara wartawan Muhammad Indra itu, beragam komentar muncul dari berbagai pihak. Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, misalnya, dia sangat menyesalkan putusan tersebut. Menurutnya, Majelis Hakim terkesan tidak peka terhadap persoalan fundamental atas kasus tersebut, dan sangat mungkin tertekan oleh pihak-pihak tertentu.

"Saya sangat menyesalkan vonis 1 tahun penjara untuk wartawan Muhammad Indra. Menurut saya, sensitivitas Majelis Hakim yang merupakan kaum wanita ini sudah mati suri. Wartawan Muhammad Indra itu membela kaum perempuan yang bernama Dewi yang meminta bantuan wartawan untuk mengekspos kelakuan bejat suaminya, oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua yang bernama Mas Rio," beber alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini via Sekretariat PPWI Nasional kepada jaringan media di tanah air, Sabtu, 2 Juli 2022.

Bukan hanya itu, Majelis Hakim juga sebenarnya diberi kewenangan untuk menggali motivasi masing-masing pihak, termasuk orang yang mengaku diperas wartawan Muhammad Indra. Ketika seseorang memberikan uang dengan motif buruk tertentu, yang menyalahi aturan, maka patut diseret oleh Majelis Hakim untuk diproses hukum.

"Permintaan menghapus berita, dengan berbagai modus dan alibi, merupakan pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers junto Pasal 1 ayat (8) dan (9), dan Pasal 4 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers beserta penjelasannya," tegas tokoh pers nasional yang terkenal getol membela wartawan dan warga terzolimi di berbagai pelosok negeri ini.

Dari sisi proses hukum terhadap wartawan Muhammad Indra, demikian Wilson Lalengke, sejak dari penangkapan hingga diajukan ke pengadilan, banyak kejanggalan dan rekayasa dalam kasus tersebut. Lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, ini mengaku tidak habis pikir tentang cara kerja Kejari Lampung Timur yang dinilainya sembrono.

"Coba perhatikan keterangan pers yang disampaikan Polres Lampung Timur pada hari Rabu, 9 Maret 2022. Saat itu, Polres melalui KBO I Ketut Darmayasa menyebut barang bukti yang disita berupa uang tunai Rp. 2,8 juta. Namun, saat konferensi pers Kapolres Lampung Timur, Senin, 14 Maret 2022, Zaky Alkazar Nasution mengatakan barang bukti yang diamankan berupa uang tunai Rp. 1,1 juta. Mana yang benar antara keduanya?" tutur Wilson Lalengke dengan nada tanya.

Baca juga: Beritakan Selingkuh Kerabat Pejabat Oknum Wartawan Ditangkap Dugaan Pemerasan Langsung Jadi Tersangka (https://sinarlampung.co/beritakan-selingkuh-kerabat-pejabat-oknum-wartawan-ditangkap-dugaan-pemerasan-langsung-jadi-tersangka/)

Lagi, barang bukti uang tunai itu disita dari siapa? Pengakuan Muhammad Indra dan saksi Nur Hasan, yang bersama Muhammad Indra saat menerima uang dalam amplop putih dari oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua itu, uang yang baru saja mereka terima telah dimasukkan ke rekening melalui konter BRI Link di desa Sekampung tempat domisili wartawan Muhammad Indra.

"Jadi, saat penangkapan tidak ditemukan barang bukti uang tunai pada diri Muhammad Indra dan Nur Hasan. Sehingga perlu dijelaskan dengan benar, dari mana atau uang siapa yang dijadikan sebagai barang bukti tersebut?" tanya Wilson Lalengke.

Baca juga: Muhammad Indra Buka Suara Terkait Kasus Kriminalisasi yang Dihadapinya (https://pewarta-indonesia.com/2022/05/muhammad-indra-buka-suara-terkait-kasus-kriminalisasi-yang-dihadapinya/)

Dari berbagai pertanyaan yang belum terjawab tersebut, seyogyanya JPU tidak gegabah memproses berkas BAP yang disodorkan penyidik Polres. "Jangan sampai karena sudah diajak makan-makan oleh pemesan kasus ini, maka aparat kejaksaan tutup mata, dan bahkan ikut merekayasa kasusnya. Saya melihat indikasi itu sangat kuat," kata Wilson Lalengke mempertanyakan fenomena aneh yang dilihatnya di kasus tersebut.

Setiap orang yang dihadapkan ke meja hijau sesungguhnya masih memiliki satu harapan dalam mendapatkan keadilan, yakni dari Majelis Hakim. Akan tetapi, harapan itu musnah ketika Majelis Hakim pun terlihat tidak berani bersikap netral, cenderung memihak Polres dan Kejari dengan dalih menjaga hubungan kerja antar instansi, dan bahkan tertekan oleh kekuatan tertentu, seperti oknum bupati, oknum orang berduit, dan lain-lain.

"Miris sekali melihat sistim kerja hukum kita di tangan orang-orang oportunis, yang bahkan terlihat tidak bermoral. Bagi saya, vonis 1 tahun untuk wartawan Muhammad Indra secara esensial merupakan pembelaan kepada oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua, Mas Rio. Untuk itu, saya ucapkan Selamat dan Sukses kepada Majelis Hakim atas keberhasilannya membela oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental mesum dan bejat itu," pungkas mantan dosen mata kuliah Character Building Universitas Bina Nusantara Jakarta ini penuh rasa prihatin. (TIM/Red)

Tebak Berhadiah Jelang Vonis Terhadap Wilson Lalengke, Husin Muchtar Akan Berikan Hadiahnya Kepada Anak Yatim dan Kaum Dhuafa

Juli 01, 2022

 


Lampung, BeritaKilat.Com - Direktur PT. Media Winata Mandiri, Husin Muchtar, mengutarakan isi hatinya yang akan memberikan hadiahnya kepada anak-anak yatim dan kaum dhuafa apabila dirinya memenangkan quis TEBAK BERHADIAH yang diselenggarakan oleh PT. Berita Istana Negara, bertajuk: Jelang Vonis Hakim Terhadap, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, Ketum PPWI Nasional.

Terkait dengan tebak-tebak berhadiah yang diselenggarakan oleh, PT. Berita Istana Negara, pilihan ada 5 yakni:

Pilihan 1: Wilson Lalengke divonis hukuman penjara selama 10 bulan 0 hari hingga 26 bulan 0 hari.

Pilihan 2: Wilson Lalengke divonis hukuman penjara 7 bulan 0 hari hingga 9 bulan 29 hari.

Pilihan 3: Wilson Lalengke divonis hukuman penjara 4 bulan 0 hari hingga 6 bulan 29 hari.

Pilihan 4: Wilson Lalengke divonis hukuman penjara 1 hari hingga 3 bulan 29 hari.

Pilihan 5: Wilson Lalengke divonis bebas oleh Majelis Hakim yang baik budi lagi amat bijaksana, yang independen, profesional, serta memiliki hati nurani yang luhur dan mulia.

Untuk pilihannya sendiri, kata Husin, dirinya telah memilih No.5, dan sudah mengirimkan data diri. "Saya sudah kirim data diri saya diantaranya, nama lengkap, tempat tanggal lahir, sesuai dengan pengisian formulir, semua sudah dikirim ke nomor panitia, termasuk pilihan saya nomor 5," jelas Husin Muchtar.

Ditanya lebih mendalam tentang kenapa memilih nomor 5, Husin Muchtar yang merupakan salah satu Ketua Tokoh Adat di Lampung Tengah bergelar Pangeran Permata Jagat itu mengatakan bahwa berdasarkan pertimbangan kesalahan yang dilakukan oleh Bapak Wilson Lalengke tidaklah berat. "Yang dilakukan Pak Ketum PPWI tidak berat, yakni hanya menjatuhkan papan karangan bunga dan itupun tidak terjadi kerusakan yang berarti dan sudah diberdirikan kembali setelah dirobohkan," tuturnya dengan nada prihatin melihat kondisi yang terjadi saat ini. (TIM/Red)

Kapolda Lampung Digeser ke Kemenhub, Kapolres Lampung Timur Kemana?

Juni 23, 2022



Foto: Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution dan ex.Kapolda Lampung, Irjen Pol Hendro Sugiatno dalam sebuah kegiatan lapangan di Lampung Timur

Jakarta, BeritaKilat.Com - Beredarnya berita  terkini bahwa Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menggeser 3 (tiga) Kapolda, yang salah satunya Kapolda Lampung, Irjen Pol. Hendro Sugiyatno, sejumlah awak media dan ribuan anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) sontak mengancungkan jempol kepada Kapolri. Selain itu, beragam komentar terkait mutasi Kapolda Lampung ini berseliweran di beberapa WhatsApp Group para wartawan. 


Pasalnya, Hendro Sugiyatno belakangan ini menjadi sorotan kalangan dunia pers independen karena diduga turut berperan dalam skenario kriminalisasi Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA, yang ditangkap di halaman Polda Lampung, 12 Maret 2022 lalu. Hal tersebut menimbulkan berbagai spekulasi tentang apa motif di balik kriminalisasi terhadap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 tersebut.


Padahal, kasus yang ditimpakan kepada Wilson Lalengke hanyalah tindakan merobohkan papan karangan bunga di halaman Polres Lampung Timur, yang bertuliskan ucapan selamat bagi Tekab 308 Polres Lampung Timur yang telah menangkap oknum wartawan yang dituduh polisi memeras Rio. Sebelumnya, Rio diberitakan soal perselingkuhannya, dan menyogok sang wartawan yang disusul kemudian si wartawan ditangkap langsung oleh sekitar 20-an orang polisi dari Polres Lampung Timur.


Kini, Kapolri menggeser Hendro Sugiyatno ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) R.I, namun hingga berita ini diturunkan belum ada kabar akan ditempatkan ke bidang mana. Ada beberapa spekulasi yang beredar, eks Kapolda Lampung tersebut mungkin akan masuk ke Inspektorat Jenderal Kemenhub, dengan argumentasi di situ biasanya peluang orang baru dari luar instansi.


Menanggapi hal tersebut, Ketua II/ Ketua Harian Dewan Pengurus Nasional PPWI, Danny P.H. Siagian, SE., MM, mengatakan hanya ada dua kemungkinan bagi mereka yang dirotasi.


“Biasanya, hanya ada dua kemungkinan yang umumnya berlaku sebagai alasan kuat mutasi jabatan orang-orang berpangkat maupun di instansi tujuan, yakni dibutuhkan atau disingkirkan,” ungkapnya dalam bincang-bincang dengan awak media di Jakarta Timur, Rabu malam (22/06/2022).


Apalagi, lanjut Danny, Kapolda penggantinya, Irjen Pol. Akhmad Wiyagus yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Gorontalo, dikenal sebagai polisi anti suap. Tentunya hal itu menarik untuk dianalisis terkait masuknya Akhmad Wiyagus menjadi Kapolda Lampung.


“Nah, ini dia baru seru! Penggantinya Irjen Pol. Akhmad Wiyagus, dikenal sebagai polisi anti suap ternyata. Dan saat ini beliau sebagai nominator Hoegeng Awards. Sementara agenda Hoegeng Awards 2022 sekarang ini sedang uji publik terhadap 9 besar kandidat, yang salah satunya adalah Irjen Wiyagus. Wow...keren,” tandasnya.


Yang jadi pertanyaan, kata Danny yang pernah jadi narasumber dalam beberapa event Pelatihan Jurnalistik di jajaran Polda-polda ini, Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution nanti mau kemana? “Haha... Jadi, nanti Kapolres Lampung Timur mau kemana? Kapolda yang baru ini polisi anti suap lho. Nggak bisa macam-macam. Kena libas langsung,” ungkapnya mesem.


Menurut Danny yang cukup lama sebagai wartawan di liputan DPR/MPR/DPD RI Senayan, Jakarta ini, biasanya jika ada Kapolda baru di suatu wilayah, akan terjadi lagi rotasi atau mutasi di jajaran di bawahnya.


“Biasanya kan, kalau ada Kapolda baru di suatu wilayah, akan terjadi lagi rotasi atau mutasi para Kapolres. Memang ini hal biasa. Tapi, kadang belum tentu jajaran Kapolres di bawahnya langsung disingkirkan, jika kinerjanya masih bagus atau memang masih dibutuhkan. Kecuali, jika kinerjanya jelek, ya siap-siaplah disingkirkan,” pungkasnya.


Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam kasus yang dikenal dengan sebutan PERSEMAR-22 (Peristiwa Sebelas Maret 2022 - red) yang melibatkan Wilson Lalengke sebagai pelaku, Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution, menurunkan pasukannya untuk menangkap Wilson dan kawan-kawannya di halaman Polda Lampung. Termonitor, ada sekitar 29 orang yang dikerahkan, lengkap dengan senjata laras panjang.


Setelah Wilson ditangkap, diketahui pula, sang Kapolres berbohong kepada Wilson untuk melepaskannya, asal dia mau meminta maaf kepada Kapolri, Kapolda, Kapolres, para Pejabat Forkopimda, serta masyarakat adat, dengan mengenakan rompi tahanan warna oranye, dalam Konperensi Pers yang digelar Kapolres, dua hari setelah ditangkap. Ternyata, setelah itu, malah tak pernah lagi ada pembicaraan apapun terhadap janji palsunya itu.


Menurut informasi, setelah Konperensi Pers itu, Kapolres Zaky dipanggil Kapolda Hendro Sugiyatno, sehingga sejak saat itu, terjadilah perubahan sikap drastis. Bahkan Tim Penasehat Hukum Wilson Lalengke juga coba menghubunginya, tidak ada respons lagi. 

 

Wilson dan kawan-kawannya (Edy S dan Sunarso - red) akhirnya ditahan hingga kini, dan masih berlangsung proses hukum di Pengadilan Negeri Sukadana, Lampung Timur. Informasi terkini, Wilson dituntut Jaksa Penuntut Umum 10 bulan penjara, dan kawan-kawannya 8 bulan penjara masing-masing, potong masa tahanan.


Namun, Senin (20/06/2022), Tim Penasehat Hukum (PH) Wilson Lalengke telah membacakan Pledoi, yang pada intinya mematahkan seluruh pasal yang disangkakan, karena ada 71 kejanggalan dalam BAP dengan kesaksian para saksi di Pengadilan. Ada pemalsuan tandatangan para saksi juga, sehingga Tim PH meminta Majelis Hakim memeriksa saksi verbalisan, yang tak lain adalah para penyidik kepolisian itu, pada sidang sebelumnya.


Tim PH Wilson, Advokat Ujang Kosasih, S.H. dan Advokat Heryanrico, S.H., C.T.A., C.L.A., dalam persidangan membacakan Nota Pembelaan, meminta agar Majelis Hakim membebaskan Wilson Lalengke dan kawan-kawannya, karena tidak terbukti secara sah melakukan pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHPidana yang disangkakan. Dari fakta persidangan juga tidak terbukti adanya perbuatan pidana yang didakwakan JPU terkait Pasal 335 KUHPidana, yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Di sinilah terungkap, Polres Lampung Timur sejak awal menggiring kasus perobohan papan karangan bunga ini seolah-olah sebagai kasus yang sangat amat besar, padahal dengan meminta maaf saja itu bisa selesai. (TIM/Red)

Viral..!! Gegara Isi Sempak Oknum Tokoh Adat Buay Beliuk Negeri Tua, Ketum PPWI Dituntut 10 Bulan Penjara

Juni 19, 2022

 


JAKARTA, BeritaKilat.Com – Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, dituntut 10 bulan penjara terkait kasus perobohan papan bunga yang terjadi di Mapolres Lampung Timur, Jumat, 11 Maret 2022 lalu. Tuntutan itu dibacakan oleh JPU, Mochamad Habi Hendarso, S.H., M.H., pada sidang ke-10 yang berlangsung di PN Sukadana, 16 Juni 2022.

"Berdasarkan keterangan para saksi, terdakwa Wilson Lalengke terbukti bersalah melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHPidana dan Pasal 335 KUHPidana. Untuk itu yang bersangkutan dituntut hukuman penjara 10 bulan dipotong masa tahan," ungkap Habi Hendarso dalam berkas tuntutannya, Kamis, 16 Juni 2022 di depan Majelis Hakim 

Sementara itu, kedua rekannya, Edi Suryadi dan Sunarso, masing-masing dituntut Jaksa dengan hukuman penjara 8 bulan penjara potong masa tahanan. Selain itu, ketiga pesakitan atas kasus yang dikenal dengan Peristiwa Sebelas Maret 2022 atau PERSEMAR-22 itu dituntut membayar biaya perkara masing-masing Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah).

Sebagaimana banyak diberitakan sebelumnya, PERSEMAR-22 merupakan buntut dari perilaku bejat seorang oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur bernama Mas Rio. Oknum tokoh adat yang disinyalir merupakan orang dekat Bupati Lampung Timur tersebut diduga kuat menjalin hubungan terlarang alias selingkuh dengan seorang wanita berinisial DW, kerabat mantan Bupati Lampung Tengah. 

Perselingkuhan oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur, yang bergelar Rajo Puting Ratu, ini tercium oleh istri sah yang bersangkutan berinisial DS, yang kemudian menghubungi wartawan Muhammad Indra, Sekretaris DPC PPWI Lampung Timur. DS meminta bantuan agar Muhammad Indra mempublikasikan cerita sedihnya itu di media online yang dikelolanya, www.resolusitv.com. 

"Miris banget, gara-gara kenakalan isi sempak si tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Mas Rio akhirnya orang dituntut hukuman 10 bulan penjara," ujar seorang wartawan Lampung Timur yang dimintai komentarnya usai mengikuti persidangan.

Mengikuti kronologi kejadian dari awal pemberitaan perselingkuhan oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur, Mas Rio, hingga ke penuntutan Wilson Lalengke Cs ke PN Sukadana, kasus itu tidak lepas dari dugaan adanya keterlibatan Polres Lampung Timur. Kolaborasi Forkompinda yang telah berkomitmen untuk saling mendukung dalam segala permasalahan di Kabupaten Lampung Timur memuluskan program kriminalisasi terhadap wartawan Muhammad Indra, yang kemudian berlanjut dengan kriminalisasi terhadap Ketua Umum PPWI bersama kawan-kawannya.

Menanggapi tuntutan JPU yang meminta Majelis Hakim menghukumnya 10 bulan penjara, Wilson Lalengke mengatakan bahwa tuntutan itu terlalu kecil. "Bagi saya, tuntutan 10 bulan itu terlalu kecil jika hal itu dimaksudkan untuk mengobati rasa sakit hati beberapa oknum yang merasa tersakiti akibat PERSEMAR-22. Namun jika untuk menegakkan aturan hukum sesuai pasal-pasal yang dituduhkan, tentu para pakar dan praktisi hukum serta publik dapat menilainya sendiri, apakah unsur-unsur pelanggaran pidananya terpenuhi," jelas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini menjawab pertanyaan wartawan yang dikirimkan melalui Sekretariat PPWI Nasional, Jumat, 18 Juni 2022. 

Kasus Muhammad Indra itu, demikian Wilson Lalengke, hanyalah ibarat setitik buih di luasnya hamparan buih persoalan wartawan kelas akar rumput yang menyebar di seantero pelosok Nusantara. Mereka tidak berdaya menghadapi perlakuan yang tidak semestinya dari kalangan masyarakat kelas elit, pengusaha, penguasa, dan aparat. Ratusan ribu wartawan start-up yang hanya bermodalkan idealisme tanpa dukungan finansial yang memadai tumbuh bersama pesatnya kemajuan teknologi informasi internet yang menyediakan potensi pengembangan media online dalam dua dekade terakhir.

"Para wartawan di daerah-daerah yang secara nyata telah membuat pembangunan di wilayahnya semakin bergairah, dengan mudahnya dipermainkan oleh para elit, pengusaha, penguasa, dan aparat melalui berbagai modus, strategi, dan trik, salah satunya dengan memanfaatkan tangan dan jerat hukum," terang lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris, ini sedih. 

Wartawan Muhammad Indra, lanjutnya, seperti juga warga di kalangan sosial kelas bawah lainnya, dengan gampangnya diciduk polisi hanya dengan delik tuduhan sepihak yang amat bias. Polisi dengan entengnya menangkap seseorang hanya dengan mendengarkan pengaduan dan informasi dari satu oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental bandit yang menuduhnya melakukan pemerasan Rp. 50 juta, padahal yang dia terima hanya Rp. 2,8 juta dari oknum tersebut. Pembelaan terhadap wartawan, terutama dari penguasa dan aparat, hampir di titik nol koma nol. Mereka hanya dibutuhkan pada saat menjelang pesta demokrasi, pilkada, pilpres, dan pileg. Ketika pesta usai, usai jugalah cerita tentang nasib mereka. 

"Yang parahnya, Kapolri dan Kapolda Lampung pun bisa dikibuli Kapolres Lampung Timur soal tuduhan pemerasan Rp. 50 juta itu. Kapolri juga dibohongi Kapolres yang mengatakan bahwa para tokoh adat Lampung Timur yang melaporkan saya dan kawan-kawan ke Polres, padahal faktanya tidak ada laporan polisi yang dibuat tokoh adat ke Polres. Parah betul sistem informasi di lingkungan Polri kita sekarang ini," beber tokoh pers nasional yang sudah melatih ribuan anggota TNI-Polri, mahasiswa, PNS, wartawan, dan masyarakat umum di bidang jurnalistik itu. 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dimandulkan. Undang-Undang yang sedianya dibuat untuk menjamin pengembangan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers pasca reformasi gagal menjalankan misinya. Berbagai peraturan ilegal, yang tidak memiliki landasan hukum dalam penerbitannya, dikeluarkan oleh berbagai instansi di daerah-daerah, yang dimotori oleh lembaga Dewan Pers didukung underbow-nya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), bertujuan untuk menghambat dan pada banyak kasus berujung pada penangkapan, bahkan penyiksaan dan pembunuhan wartawan. 

"Majelis Hakim telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana penampilan ahli pidana Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., yang notabene adalah bagian dari PWI dan Dewan Pers, di pengadilan ini, yang secara atraktif telah melecehkan eksistensi saya dan PPWI sebagai pegiat di bidang jurnalisme dan kewartawanan. Bahkan untuk bertanya pun kepada polisi humas Syarifudin, saya divonisnya tidak punya hak. Ini adalah serangan yang luar biasa bengis terhadap saya sebagai Warga Negara Indonesia dan pengemban UU Nomor 40 tahun 1999," tegas Wilson Lalengke menyesalkan kesaksian Eddy Rifai yang membawa-bawa kepentingan kelompoknya ke persidangan. 

Keberadaan wartawan yang dideklarasikan sebagai pilar keempat demokrasi, sungguh sangat memprihatinkan.  Mereka dibutuhkan namun kerap dilecehkan, dianggap sebagai hama pengganggu zona nyaman para oknum pejabat, penguasa, pengusaha, dan aparat bermental bandit, bejat, dan korup di berbagai daerah. Pengayoman dan perlindungan dari pengampu kebijakan pemerintahan, dari tingkat pusat sampai daerah, kepada mereka nyaris tidak ada. 

"Suara dan perlakuan miring, melecehkan, dan menista dari para oknum yang kepentingan korupsi-kolusi-nepotismenya terganggu, terhadap wartawan teramat sering terjadi, bahkan intensitasnya cenderung menanjak. Jangankan penghargaan dan rasa empati kepada mereka, tidak jarang yang didapatkan adalah penganiayaan hingga berujung kematian," pungkas alumni program persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 itu mengakhiri pernyataannya. (TIM/Red)

Sidang Ke-9 Kasus Papan Bunga, Saksi Verbalisan Sebut Salah Ketik, Hakim Terlihat Santuy

Juni 14, 2022



Lampung Timur, BeritaKilat.Com - Persidangan ke-9 atas kasus perobohan papan bunga di PN Sukadana telah berlangsung Senin, 13 Juni 2022 kemarin. Agenda utama adalah pemeriksaan terdakwa dan mendengarkan keterangan saksi verbalisan atau penyidik.

Sidang yang dimulai sekitar pukul 10.30 wib itu, diawali dengan pemeriksaan terhadap Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA bersama rekannya Edi Suryadi, SE (Ketua DPD PPWI Lampung) dan Sunarso (Ketua DPD NGO Lantai dan Pimred media lokal Lampung Timur, Lantainews.Com). Dari pantauan di persidangan, JPU diberi kesempatan pertama untuk bertanya kepada para pesakitan dalam kasus yang mendapat perhatian besar publik tersebut. 

Pertanyaan JPU, Penasehat Hukum Wilson Lalengke, maupun Majelis Hakim mencakup cukup banyak hal, termasuk tujuan utama alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 dan rombongannya datang ke Polres Lampung Timur. Ketiga terdakwa terlihat tidak kesulitan memberikan keterangannya karena mereka sangat memahami tujuan dan segala rangkaian peristiwa yang terjadi sepanjang kunjungan pada Jumat, 11 Maret 2022, lalu.

Sesuatu yang cukup menarik adalah terkait pertanyaan JPU kepada Wilson Lalengke mengenai apakah yang bersangkutan merasa punya hak untuk merobohkan papan bunga yang bertuliskan selamat dan sukses kepada polisi yang menangkap oknum wartawan pemeras. Atas pertanyaan itu, lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris, ini dengan tegas mengatakan bahwa sebagai pimpinan nasional dari organisasi PPWI yang mewadahi para wartawan dan pewarta warga di seluruh Indonesia dan di luar negeri, dia mempunyai kewajiban moral untuk melakukan tindakan preventif atas munculnya opini negatif terhadap wartawan. 

"Sebenarnya tidak hanya saya yang dipertanyakan tentang hak merobohkan papan bunga yang melecehkan wartawan itu, tapi tanya jugalah kepada pemasang papan bunga apakah mereka punya hak memasang papan bunga semacam itu?" sergah Wilson Lalengke membalikkan pertanyaan itu ke JPU di persidangan, Senin, 13 Juni 2022.

Selain masalah perobohan papan bunga, Majelis Hakim terlihat fokus juga kepada sejarah lahirnya PPWI, legalitas PPWI, dan mekanisme pemilihan Ketua Umumnya, serta perbedaannya dengan PWI. Atas berbagai pertanyaan itu, Wilson Lalengke yang sudah memimpin PPWI selama 15 tahun menjawab dengan lancar dan lugas.

Sehubungan dengan keterangan dalam dokumen BAP-nya yang terlihat rancu di bagian kronologi kejadian, Wilson Lalengke menyatakan mencabut keterangannya yang tertuang di BAP Nomor 34 tentang kronologi kejadian. Dia beralasan bahwa dalam poin itu, dia merasa tidak mencantumkan beberapa nama yang pada saat kejadian dia belum kenal.

"Saya mencabut keterangan saya di nomor 34 Yang Mulia, karena beberapa nama yang ada dalam kronologi itu saya tidak kenal saat peristiwa itu terjadi, seperti Kasatreskrim dan Syarifudin. Bagaimana mungkin saya mengatakan bahwa saya mendorong papan bunga disaksikan Syarifudin? Saya tidak kenal dia, sehingga aneh jika saya ceritakan kronologi kejadian dengan menyebut namanya di BAP saya itu," jelasnya sambil menyebutkan suasana yang terjadi saat penyidikan yang disebutnya ada pengarahan dari oknum penyidik Hendra Abdurahman.

Sementara itu, pada sidang sesi ke-2 usai makan siang dan sholat Zuhur, dihadirkan dua penyidik dari Polres Lampung Timur dalam kapasitas sebagai saksi verbalisan. Mereka adalah Kanit Tipidter, IPDA Meidy Hariyanto, S.H., M.H. dan Kanit Tipikor, IPDA Hendra Abdurahman, S.Sos, M.H 

Saat Hendra Abdurahman ditanyakan soal beberapa keterangan para saksi yang berbeda dengan pengakuan mereka di persidangan, Hendra bersikeras bahwa apa yang ada dalam BAP adalah sesuai informasi yang diberikan saksi-saksi saat di-BAP. Ketika didesak PH Wilson Lalengke, Advokat Daniel Minggu, S.H, tentang mengapa bisa berbeda antara isi BAP dengan keterangan di pengadilan, Majelis Hakim langsung memotong pembicaraan Advokat Daniel Minggu dan sibuk menjelaskan bahwa majelis hakim berkewajiban menanyakan kepada saksi di persidangan apakah saksi akan menggunakan keterangan di BAP atau keterangan di pengadilan.

"Jadi itu tidak perlu dipersoalkan atau dibahas dengan saksi verbalisan ini, karena saat saksi bersaksi di persidangan, majelis berkewajiban menanyakan saksi itu apakah mau pakai keterangan di BAP atau di persidangan," kata hakim Diah Astuti, S.H., M.H.

Menanggapi hal tersebut, Daniel Minggu mengatakan bahwa benar majelis hakim berhak untuk hal itu. Namun masalahnya, akibat keterangan di BAP saksi yang dibantah di pengadilan itu, ada orang yang teraniaya dipenjarakan. "Jadi yang mulia, persoalan yang saya tidak bisa pahami adalah akibat keterangan saksi di BAP, yang kemudian dibantah di persidangan, klien saya masuk penjara, sehingga hal seperti ini harus ada yang bertanggung jawab," timpal Advokat kelahiran Kalimantan itu.

Merespon hal tersebut, Ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, menjawab enteng bahwa hal itu hanya persepsi PH saja. "Itu khan persepsi Saudara, pendapat Saudara ya, silahkan saja, nanti tuangkan dalam pledoi Saudara. Kami Majelis Hakim sudah mencatat juga, dan kami sudah menanyakan ke saksi saat mereka hadir di persidangan," imbuh Diah Astuti yang menjabat sebagai Wakil Ketua PN Sukadana itu. 

Dari banyak hal menarik di persidangan kali ini, PH mempersoalkan juga tentang penerapan Pasal 170 KHUP subsider 406. Menurut Advokat Daniel Minggu ada hal yang janggal pada penerapan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan subsider 406 KUHP tentang pengrusakan. Ia mempertanyakan bahwa penerapan Pasal 170 itu dimaksudkan supaya Wilson Lalengke dan kawan-kawan bisa ditahan karena ancamannya 5 tahun lebih. Nah, apabila itu tidak terpenuhi unsurnya, maka subsider (diganti) Pasal 406.

Menjawab hal itu, saksi verbalisan Meidy Hariyanto menjawab bahwa itu bukan subsider, tapi "dan/atau". Ketika ditunjukkan bukti kata subsider di dokumen BAP, dengan gampang dia menjawab salah ketik. "Itu salah ketik, di dokumen berkas saya pakai kata dan/atau," ujar Meidy Hariyanto.

Melihat perdebatan itu, Majelis Hakim tidak merespon apa-apa. Termasuk saat JPU memprotes Advokat Daniel Minggu yang terus mempertanyakan siapa yang merobah kata "dan/atau" menjadi subsider. "Apakah mungkin dirobah di kejaksaan?" ujar Daniel yang langsung mendapat reaksi bantahan dari JPU Mochamad Habi Hendarso, S.H., M.H.

Dalam teori dan penerapan hukum, jelas Daniel Minggu, kata subsider dan frasa dan/atau memiliki pengertian dan konsekwensi berbeda. Subsider diartikan bahwa jika Pasal pertama, misalnya 170 KUHP, tidak terpenuhi unsurnya, maka diganti dengan Pasal 406 KUHP. Sementara frasa dan/atau dimaknai kedua pasal itu bisa digunakan keduanya, juga bisa salah satunya.

Ketika hal itu ditanyakan kepada saksi Meidy Hariyanto, lagi-lagi Majelis Hakim menyela dengan mengatakan bahwa hal itu seharusnya ditanyakan kepada ahli. "Dari awal saya ingatkan bahwa penyidik ini dihadirkan sebagai saksi verbalisan, bukan saksi ahli. Jadi, harus dibedakan ya. Namun terserah saksi, apakah mau dijawab atau tidak pertanyaan dari penasehat hukum ini," kata Diah Astuti, yang langsung dijawab oleh Meidy Hariyanto dengan mengatakan menolak untuk menjawab.

Sebelum sidang ditutup, Ketua Tim PH Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, S.H., meminta ketegasan Majelis Hakim dalam menyikapi para saksi fakta yang memberikan keterangan bohong di pengadilan. Namun, lagi dan lagi, Ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, S.H., M.H., dengan santuy (santai) mengatakan bahwa itu pendapat PH saja. "Itu kan pendapat Saudara penasehat hukum. Sekali lagi saya jelaskan itu menjadi kewenangan Majelis Hakim yang akan dituangkan dalam putusan. Dilihat saja nanti di putusan Majelis Hakim ya," ujar Diah Astuti. 

Merespon penjelasan itu, Advokat Ujang Kosasih menjawab, "Lah, itu fakta persidangan Yang Mulia, bukan pendapat saya, ada beberapa saksi yang memberikan keterangan bohong di persidangan ini," tegas advokat dari Baduy, Banten, itu. 

Saat dimintai tanggapannya atas hasil persidangan hari Senin, 13 Juni 2022 ini, terdakwa Sunarso hanya tersenyum kecut sambil berujar kok bisa yaa BAP yang salah ketik membuat orang masuk sel. "Herannya, salah ketik di BAP itu terlihat seperti biasa saja oleh Majelis Hakim ya, hehe. Ada-ada saja hukum kita," kata Pimred media online Lantainews.Com yang ikut tersangkut perkara perobohan papan bunga tersebut walau hanya karena ikut melepas tali pengikat papan bunga berisi pelecehan terhadap wartawan yang direbahkan itu, Selasa, 14 Juni 2022. (*/Red)

Translate