TANGGAPAN LQ ATAS KLARIFIKASI BRIGJEN HELMI SANTIKA, DIRTIPIDEKSUS MABES POLRI

Mei 28, 2021
Jumat, 28 Mei 2021

  


JAKARTA, BeritaKilat.Com - Terhadap mandeknya kasus Indosurya, akhirnya Mabes POLRI memberikan keterangan resmi terkait penanganan kasus. 


Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berencana untuk segera melakukan pemberkasan terhadap perkara dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta. 


Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika mengatakan bahwa penyidik tengah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pihak perbankan terkait untuk membangun konstruksi perkara lebih lanjut. 


"Setelah koordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK OJK dan pihak Perbankan untuk melengkapi alat bukti, penyidik akan melakukan pemberkasan terhadap tiga tersangka kasus Indosurya," kata Helmy kepada wartawan, Rabu (26/5). 


Misalnya, kata dia, terdapat fakta hukum bahwa salah satu tersangka mengajukan bukti baru. Dalam hal ini, berkaitan dengan putusan perjanjian perdamaian (Homologasi) atas gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) 


Oleh sebab itu, hingga saat ini penyidik masih melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi ataupun keterangan ahli. 


"Ini juga membutuhkan waktu karena perlu penyitaan ribuan dokumen," jelasnya. 


Atas pernyataan resmi Brigjen Helmi Santika,  Priyono Adi Nugroho selaku pelapor dari LQ Indonesia Lawfirm memberikan respon sebagai berikut: 


1. Helmi mengatakan bahwa AKAN melakukan pemberkasan, namun di SP2HP Nomer B/231/III/RES 2.2/2021/Dittipideksus tanggal 22 Maret 2021, yang diberikan mabes ke Pelapor, berbunyi di pasal 2 "Bahwa terhadap perkara tersebut TELAH dilakukan sebagai berikut ayat (d) "melakukan proses pemberkasan perkara terhadap: Henry Surya selaku Ketua KSP Indosurya Inti/Cipta. 


Bahwa pernyataan Helmi di media dan isi SP2HP saja berbeda, dalam keterangan pers AKAN dilakukan pemberkasan yang berarti (pemberkasan BELUM dilakukan) padahal di SP2HP tanggal 22 Maret 2021 secara tertulis TELAH dilakukan pemberkasan. Jika benar pernyataan Helmi di media 26 Mei bahwa akan dilakukan pemberkasan, berarti surat SP2HP berisi keterangan palsu atau menyesatkan, dan bahkan proses malah jauh mundur lagi. 


2. Keterangan Helmi mengenai adanya Putusan Homologasi /PKPU sebagai bukti baru, adalah alasan mengada-ada. Helmi tahu putusan PKPU itu sudah menjadi konsumsi umum dan dibacakan dalam sidang dari Juli 2020, dan katanya mau periksa ahli terkait putusan PKPU. Itu sudah dari Juli 2020 sudah 10 bulan, apakah ahli diperiksa butuh 10 bulan? LQ banyak tangani kasus, jika kasus melibatkan orang biasa, 3-5 orang ahli bisa diperiksa dalam waktu 1 hari saja. Tapi kenapa Indosurya 10 bulan dan belum selesai periksa ahli, apakah ahli pidananya dari Hongkong? Mau buktinya, LQ ada berkas perkara sebagai bukti perkataan kami bahwa 3-5 orang ahli sudah bisa d periksa dalam 1 hari setelah dipanggil 3 hari sebelumnya, apabila penyidik mau. 


Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA selaku Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm, Bahwa keterangan Helmi mengkonfirmasi dan memperkuat tuduhan LQ Indonesia Lawfirm, bahwa selalu jawabannya "segera" sedang dilakukan pemeriksaan saksi, ahli dan surat. 


Agar tidak terjadi pembodohan publik, "saya akan ingatkan kepada DITTIPIDEKSUS Mabes POLRI akan ketentuan Hukum Formiil atau UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Urutan proses penyidikan itu adalah pemeriksaan saksi pelapor, saksi fakta lain, saksi terlapor dan saksi ahli kemudian penyitaan barang bukti. Setelah proses pemeriksaan dan penyitaan ditemukan 2 alat bukti yang cukup maka, selesailah proses penyidikan dengan ditetapkannya TERSANGKA. PENETAPAN TERSANGKA INI ADALAH TITIK AKHIR PENYIDIKAN. "Ini Tipideksus pake kitab hukum acara mana, ditetapkan dulu seseorang menjadi TERSANGKA baru kemudian sibuk periksa saksi, periksa ahli dan alasan mau sita dokumen. Ditambah alasan yang dijadikan penundaan adalah putusan PKPU Juli 2020 sudah setahun lalu? 

Justru Dittipideksus sangat ceroboh dan melanggar KUHAP pasal 50 jo 110 ayat 1 KUHAP, apabila menetapkan seseorang menjadi Tersangka dulu baru mengumpulkan alat bukti. Brigjen Helmi sebagai Direktur Tipideksus tentunya tahu, baca lagi, pasal 184 KUHAP tentang 5 alat bukti: surat, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa dan petunjuk. Jadi alat bukti dikumpulkan dulu, baru dengan MINIMAL ADA 2 alat bukti ditetapkannya Terlapor sebagai Tersangka. Bukannya Sudah ditetapkan tersnagka lalu bilang masih mau periksa saksi dan ahli. Ngawur itu dan diduga pembodohan publik, orang awam tidak mengerti hukum pasti berpikir Penyidik bekerja nih, padahal hanyalah pepesan kosong." 


Yang kedua saya mau tegaskan "Tolong Brigjen Helmi lihat perkara serupa Koperasi Millenium dengan modus sama persis pengumpulan dana masyarakat tanpa ijin BI /UU Pidana perbankan dan Tindak pidana pencucian uang, yang oleh LQ Indonesia Lawfirm Laporkan dan diproses di Polda Metro Jaya dengan profesional, dalam 6 bulan pemilik Koperasi Millenium jadi tersangka di Polda Metro Jaya dan langsung ditahan, hanya dalam waktu 2-3 bulan kemudian berkas perkara rampung dan berkas limpah ke Kejaksaan, total.9 bulan saja sudah beres dari awal LP dibuat. Juga hal sama ketika dalam proses pemeriksaan /lidik dan sidik di tahun 2019 juga sudah ada Putusan PKPU Homologasi di tahun 2016 Nomer perkara 136/Pdt.Sus-PKPU/2016/ PN Jkt.Pst, tapi perkara tetap limpah dengan cepat, Kejaksaan P21(berkas lengkap) disidangkan dan pemilik Koperasi Angie Christina di vonis di PN Jakpus dengan penjara 8 tahun, baca Putusan No 336/ Pid Sus / 2020 / PN Jkt Pst." tegas Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA. 


Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA menegaskan "Saya yakin sebenarnya Penyidik Tipideksus paham benar pidana, karena itu mereka lakukan sehari-hari, tapi apa motivasi mereka mencoba berdalih dan diduga membodoh-bodohi korban apalagi Kuasa Hukum Pelapor? Apakah kasus 15 Triliun terlalu berat membuat Penyidik TIPIDEKSUS tegak lurus dan menjalankan penyidikan sesuai KUHAP. Apapun pangkat di Mabes, AKBP, KOMBES atau Jenderal, perlu diingat, sesuai UU Kuasa Kehakiman "Polisi, Jaksa, Hakim atau Pengacara posisinya sejajar sebagai Aparat penegak hukum, tolong respek kami dan jangan memberikan keterangan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara Undang-undang, perlakukan kami dengan respek. Sering kali pelapor dan kuasa hukum telpon tidak diangkat dan wa tidak dibalas. Etikanya dimana. Lawyer juga menjalankan tugas sesuai UU Adcokat demi penegakan hukum. Jangan merasa pangkat tinggi lalu melecehkan lawyer. Kami tidak takut dalam penegakan hukum nyawa saya berikan, Advokat LQ bukan pengacara lembek." 


Jika memang Dittipideksus mengalami kesulitan penanganan perkara Indosurya, seharusnya berani gelar terbuka dan menginformasikan ke pelapor/kuasa hukum. Ketua Ombudsman sudah menyurati KAPOLRI dan minta klarifikasi, gelar perkara tapi sampai sekarang tidak dilakukan. 

Ini jawaban setiap ditanya "segera limpah, proses, periksa saksi. Begitu terus setiap ditanya tiap minggu selama 56 minggu, tidak ada kepastian berapa lama lagi dilimpahnya? 


Satu fakta lagi, catatan Hitam penanganan kasus di Mabes Polri perkara kelas atas kasus Millenium, juga korban banyak melapor ke Mabes POLRI dan kasus mereka di SP3 tanpa transparansi (LQ juga pegang kasus Koperasi Millenium di Mabes yang di SP3) sedangkan kasus Koperasi Millenium di Polda sudah Tersangka, ditahan dan dilimpah ke kejaksaan di tahun 2019 dan divonis berslaah 8 tahun penjara di 2020. Masa Institusi POLRI yang sama, kasus sama persis cuma beda korban, 1 bisa naek dan 1 di SP3 di Mabes POLRI. 


Sekarang indikasi Tipideksus dibawah Brigjen Helmi menarik kasus-kasus kelas atas (investasi bodong) dengan alasan 1 gerbong dan dibentuk satgas, tapi kenyataan mandek. Hal sama ini saya berikan surat ke wartawan, bukti bahwa Helmi ingin menarik kasus Kresna Life yang berjalan di Polda dengan alasan mau dijadikan satu. "Kalo mampu dan bisa segera limpah tidak apa, kalo cuma dijadikan Tersangka saja dan mandek di mabes untuk apa tarik berkas perkara ke Tipideksus. Lihat ini tandatangan dan cap Helmi, Dirtipideksus disurat permohonan limpah dari Polda ke Mabes dalam kasus Kresna life yang ditangani LQ. Lah wong urusin Indosurya saja kewalahan mau ambil lagi kasus Kresna Life yang sudah berjalan baik dan profesional di Polda Metro Subdit Fismondev." Jadi saya tegaskan bukan saya kritik POLRI, tapi oknum-oknum POLRI perlu dibersihkan, jika ga mampu, ganti dengan yang mampu, POLRI banyak penyidik handal kok, buat apa pertahankan yang tidak mampu dan cuma bisa alasan 56x dalam 1 tahun. 


Oleh karena itu Advokat Alvin Lim, SH, MSC  CFP, CLA ingin membuktikan motto Kapolri TRANSPARANSI. "Kasus Indosurya ini MANDEK saya tegaskan MANDEK, berani tidak kita (Lawyer, Kapolri, Kabareskrim, Dirtipideksus, Kadiv humas) buka-bukaan fakta, dan berdebat dan berdiskusi di iNews TV acara Cerdas Hukum, edukasi masyarakat dan berikan transaparansi ke Masyarakat khususnya 8000 korban, supaya jangan dibilang itu asumsi Alvin Lim, LQ Indonesia Lawfirm, tapi saya akan bawa buku kitab undang-undang, tunjukkan pasalnya dan saya bacakan isinya. Juga saya bawa bukti surat pendukung lainnya.

Nanti disediakan 2 ahli pidana Terkemuka Indonesia, dan ahli perbankan, supaya jangan sampai ada dugaan masyarakat dibodoh-bodohi oknum, apalagi pendapat ASBUN salah satu anggota DPR komisi 6, yang tidak punya legal standing. Kalo saya jelas legal standing berbicara ada kepentingan yaitu surat kuasa khusus berdasarkan UU Advokat yang diberikan para korban Indosurya. 

"Sudah bukan jamannya main perkara, aparat Polri introspeksi dan berbenah, LQ tidak akan sembarangan bicara tanpa ada bukti dan dokumen pendukung, itulah makanya saya berani menantang debat Mabes POLRI di stasiun TV secara terbuka. Saya bela masyarakat, saya lihat sendiri korban yang kesakitan, mati meninggal karena uangnya ditipu oknum kerah putih. Masa kalian Mabes Polri ga punya hati nurani bela masyarakat, kalo emak dan bapak kalian yang jadi korban gimana? Inilah mengapa LQ Indonesia Lawfirm berani, demi masyarakat." tutup Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA. 


TANGGAPAN AHLI PIDANA UNIV BHAYANGKARA JAKARTA, DR DWI SENO WIDJANARKO ATAS KASUS INDOSURYA. 


DR Dwi Seno Widjanarko, SH, MH sebagai salah satu ahli pidana dan dosen Univ Bhayangkara Jakarta, ketika ditanya oleh wartawan menyatakan kesediaannya untuk menjadi salah satu narasumber ahli pidana apabila terjadi debat Kasus Indosurya di iNews TV "Cerdas Hukum, "saya selaku dosen Univ Bahayangkara Jakarta, banyak mahasiswa saya polisi, saya bersedia memberikan pencerahan apabila diundang hadir. Terhadap kasus Indosurya, Dr Dwi Seno Widjanarko, SH, MH heran kenapa penanganan berlarut-larut. Dalam hal ini tidak sesuai dan tidak selaras dengan janji Kapolri "Hukum tajam keatas" kasus Indosurya ini menjadi tantangan Kapolri untuk merealisasikan janjinya di depan DPR supaya bukan pepesan kosong belaka. Reputasi dan nama Institusi POLRI jadi taruhan disini, masyarakat memantau dan terkejut atas berita ini. 

Dalam penyidikan proses pidana SEMUA penyidik wajib tunduk pada KUH Acara Pidana, tidak boleh membuat aturan dan proses sendiri yang tidak sesuai KUHAP. Penegakan hukum yang tidak sesuai KUHAP adalah illegal dan batal demi hukum. 


"Pendapat saya dalam kasus Indosurya kepastian hukum dan penerapan hukum formiil belum dicapai. Janji Kapolri hukum tajam keatas, belum terwujud dan masih hanya wacana saja." 


Mengenai pasal 110 KUHAP, benar bahwa penetapan TERSANGKA, adalah pelabuhan akhir yang berarti penyidikan sudah usai, saksi dan ahli serta barang bukti sudah di sita barulah boleh ada penetapan tersangka. Jika sudah ada penentapan tersangka namun saksi dan ahli belum lengkap diperiksa, hal inilah bisa dijadikan celah oleh Tersangka untuk melakukan proses praperadilan (pasal 77 KUHAP) justru penyidik memberikan celah sehingga Tersangka bisa lolos dari jerat hukum dengan upaya Prapid." 


Sebelumnya saya juga sudah memberikan pencerahan dan pendapat sebagai ahli pidana, bahwa PKPU "bukan penghapus pidana", kenapa? Pertama putusan Pengadilan Niaga, PKPU tidak tertulis, menyatakan "Tersangka bebas dari dakwaan pidana, hanya kewajiban menyelesaikan hutang" dan kedua PKPU itu adalah keperdataan dan tidak punya kekuatan hukum mengikat kepada perkara pidana. 


Ini diajarkan di Universitas S1 Hukum, dalam mata kuliah hukum pidana (materiil) dan hukum acara pidana (formiil). Setiap Sarjana Hukum yang ijazahnya asli, seharusnya tahu itu. 


"Polemik Kasus Indosurya sebaiknya, diselesaikan dan dirampungkan sebelum jadi skandal nasional. Korban masyarakat Indonesia ribuan, hilang uang triliunan dan hilang keadilan, mereka menunggu kepastian hukum. POLRI harusnya mengayomi dan melindungi masyarakat bukan memberikan rasa aman kepada Tersangka/terduga kriminal." tutup Dosen Pidana Univ Bhayangkara Jakarta dengan berapi-api. 


Bagi yang membutuhkan bantuan hukum dapat menghubungi LQ Indonesia Lawfirm di hotline 0818-0489-0999 untuk konsultasi gratis.

Thanks for reading TANGGAPAN LQ ATAS KLARIFIKASI BRIGJEN HELMI SANTIKA, DIRTIPIDEKSUS MABES POLRI | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

Related Posts

Show comments
Hide comments

0 comments on TANGGAPAN LQ ATAS KLARIFIKASI BRIGJEN HELMI SANTIKA, DIRTIPIDEKSUS MABES POLRI

Posting Komentar

Translate