Yth. Bapak Kapolri,
Langsung to the point saja yaa Pak. Mengapa Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Mabes Polri terkesan diskriminatif dalam menerima pembuatan Laporan Polisi (LP) dari warga masyarakat yang tidak beruang?
Saya mengalami 2 kali penolakan saat mendampingi warga membuat LP di SPKT Bareskrim Polri di Jl. Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan itu. Pertama, saya bersama team penasehat hukum Leo Handoko dan kawan-kawan, sekira minggu kedua Desember 2020, mendatangi SPKT tersebut untuk membuat LP atas dugaan tindak pidana penggunaan dokumen palsu yang dilakukan oleh Mimihetty Layani, Komisaris Utama PT. Kahayan Karyacon. Pembuatan LP tersebut bahkan dilakukan atas rekomendasi Wadirtipideksus Bareskrim Polri, Kombespol Whisnu Hermawan Februanto, agar pihak Leo Handoko juga membuat LP di SPKT terhadap Mimihetty Layani yang sudah menggunakan dokumen-dokumen yang diduga palsu di Pengadilan Negeri Serang, Banten. Mimihetty Layani adalah istri dari konglomerat Soedomo Mergonoto, pemilik perusahaan kopi Kapal Api.
Namun, aneh bin ajaib, petugas SPKT Bareskrim menolak dengan alasan tempat kejadian perkara di Serang, sehingga harus melaporkan di Polres Serang. Saat saya mempertanyakan mengapa LP dari Mimihetty Layani ke SPKT Bareskrim tentang dugaan terjadinya dugaan tindak pidana oleh Leo Handoko (Direktur PT. Kahayan Karyacon) yang kejadian perkaranya sama-sama di Serang diterima oleh SPKT Bareskrim Mabes Polri, petugas kebingungan dan mengatakan hal itu merupakan kebijakan dan sesuai arahan pimpinan.
Saya dan team penasehat hukum mengalah, dan keesokan harinya ke Polres Serang untuk membuat LP. Di SPKT Polres Serang juga mengalami hambatan. Pihak SPKT terkesan tidak berani menerima laporan dan meminta agar saya dan team membuat laporan di Polda Banten. Lagi-lagi, saya dan team mengalah dipimpong oleh aparat SPKT. Esoknya, kami mendatangi Mapolda Banten. Hasilnya? Nihil, ditolak juga dengan alasan yang tidak jelas.
Peristiwa kedua, pada 28 Juni 2021 lalu, saya mendampingi Ibu Bhayangkari korban kriminalisasi Polresta Manado, Ibu Nina Muhammad, ke SPKT Bareskrim Mabes Polri untuk membuat LP terhadap dugaan tindak pidana pembuatan laporan palsu yang dilakukan Rolandy Thalib, karyawan Bank Sulutgo yang mengaku sebagai pengacara. Rolandy, yang diduga kuat sebagai makelar kasus itu, membuat laporan atas nama dirinya sebagai pelapor dan korban, melaporkan Nina Muhammad dengan dugaan pencemaran nama baik. Faktanya, saat korban kriminalisasi Nina Muhammad di-BAP, yang diposisikan sebagai korban adalah Soraya Tanod, bukan Rolandy Thalib.
Namun, lagi-lagi SPKT menolak pembuatan LP di unit tersebut. Alasan utamanya adalah karena kerugian yang timbul dari dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh terduga Rolandy tersebut kurang dari 25 miliar.
Untuk sedikit mengobati kekecewaan Ibu Bhayangkari, Nina Muhammad, petugas SPKT mengarahkan yang bersangkutan membuat Laporan Pengaduan Masyarakat (Dumas), dengan berbagai argumentasi petugas bahwa kadar pelaporannya sama dengan LP. Bahkan menurut petugas, Dumas bisa lebih cepat penanganannya dibandingkan dengan LP biasa di SPKT. Hasilnya, hingga saat membuat surat terbuka ini, laporan dumas Ibu Nina Muhammad tidak tentu rimbanya.
Jika Pak Kapolri memandang informasi dan keluhan saya ini dianggap penting, mohon kiranya Bapak berkenan merespon sebagaimana mestinya. Apabila sebaliknya, justru dianggap tidak penting, mohon juga kiranya Bapak berkenan membuangnya ke tong sampah yaa.
Demikian Surat Terbuka ini saya buat, sebagai potret rasa kecewa dari para warga yang saya temani ke SPKT saat itu, kiranya didengar oleh Pak Kapolri dan/atau mereka yang sedang berkuasa. Untuk semuanya, tetap optimis dan jaga kesehatan. Terima kasih.
Jakarta, 4 September 2021
Hormat saya,
Wilson Lalengke di Jakarta
Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012
Thanks for reading Surat Terbuka untuk Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo | Tags: Headline Jakarta
« Prev Post
Next Post »
0 comments on Surat Terbuka untuk Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo
Posting Komentar