Oleh : Jacob Ereste
JAKARTA, BeritaKilat.Com — Tak ada jalan lain untuk membenahi carut marut negeri kita — Indonedia — kecuali mengajak semua warga bangsa Indonesia meniti jalan sufi. Karena jalan sufi itu harus dilakukan dengan hati yang bersih dan jujur serta tulus dan ikhlas, juga tak suka bersikap mewah. Hingga pola hidup sederhana menjadi bagian dari pilihan sikap kaum sufi. Cara hidup ini sudah bisa mengerem birahi kemaruk dan kalap untuk mengumpulkan harta benda tanpa cara yang halal.
Laku spiritual yang sederhana
itu seperti yang sudah dipertunjukkan oleh para Bhikhu mulai dari cara
berpakaian hingga makan. Umumnya para Bikhu yang melakoni ajaran tuntunan Budha memiliki pola makan hanya
sekali sehari sampai pada jam 12.00 siang. Selebihnya para Bhiku itu baru makan
kemudian pada jam 12.00 siang esok hari berikutnya. Jadi cara makan seperti itu
cukup mampu menjadi kendali atas rasa tamak dan rakus untuk hal-hal yang lebih
luas sifatnya.
Masalah duniawi, materialisme,
konsumeristik yang marak menandai sikap dan perilaku yang dianggap jamak.
Perbuatan atau keganderungan menumpuk harta benda seakan-akan bisa dibawa mati.
Padahal saat mati pun — dalam tata cara
Islam — yang disertakan dalam kubur itu hanya sebatas kain kafan semata.
Untuk membenahi carut marut
negeri kita — Indonesia — utamanya dalam
tatanan budaya harus menukik pada etika dan moral. Sebab orang yang pintar di
Indonesia cukup banyak. Tapi yang tidak
beretika dan tidak bermoral jauh lebih banyak. Akibatnya pun ikut mempengaruhi
mereka yang kuat memegang etika dan moral. Hingga akibatnya semakin menambah
jumlah mereka yang terkontaminasi etika
dan moral serta akhlak yang digrogoti oleh pilihan sikap hidup dan kehidupan
dalam berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.
Jadi dengan sadar atau tidak
sadar, secara diam-diam atau dengan sembunyi-sembunyi banyak orang semakin abai
pada etika, moral dan akhlak. Maka itu masalah seks bebas pun telah diwacakan
legalitasnya di negeri kita.
Nyaris tak lagi ada yang tabu.
Semua terbuka bebas, seolah segalanya boleh telanjang, tanpa rasa risi. Apalagi
pamali. Sehingga mulai dari bilik ekonomi makin marak tipu daya, korupsi,
pengemplangan atau bahkan perampokan dengan cara terang-terangan, semacam cara
perselingkuhan yang dilegalkan.
Keambrukan etika dan moral
hingga akhlak manusia di Indonesia telah melampaui titik nadir. Mungkinkah bisa kembali atau tinggal menunggu waktunya
terkapar tak berdaya guna menata hidup dan kehidupan baru yang lebih baik dan
lebih beradab pada masa depan. Maka atas dasar rasa keprihatinan inilah GMRI
(Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) mengambil peran bersama Forum Lintas
Agama giat membangun dan mengobarkan gerakan kebangkitan kesadaran spiritual
anak bangsa Indonesia, karena perubahan menuju perbaikan etika, moral serta
akhkak yang telah ambruk hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang berbasis
spiritual, bukan pemimpin politik, apalagi pemimpin dari bilik ekonomi yang
cenderung mengandalkan nilai-nilai ekonomi (materi) yang selalu berhitung
tentang untung dan rugi dalam kalkulasi ekonomi atau nilai-nilai materi yang
didapatkan.
GMRI dan Forum Lintas Agama di
Indonesia, kata Eko Sriyanto Galgendu telah mewakafkan diri bersama segenap
relawan demi dan untuk pergerakan
kebangkitan kesadaran spiritual melalui lintas agama, lintas suku serta lintas
profesi dan lintas keilmuan apapun tanpa sekat untuk bisa mendekat kepada Tuhan
Yang Maha Esa, seperti yang telah menjadi komitmen dan kesepakan bagi segenap
warga bangsa Indonesia yang termaktub dalam sila-sila Pancasila dan preambule
UUD 1945 yang asli dan otentik.
TMII, 12 November 2021
Thanks for reading Hanya Pemimpin Spiritual Yang Mampu Memperbaiki Kebobrokan Politik, Ekonomi & Budaya Bangsa Yang Terancam Ambruk | Tags: Headline Opini
« Prev Post
Next Post »
0 comments on Hanya Pemimpin Spiritual Yang Mampu Memperbaiki Kebobrokan Politik, Ekonomi & Budaya Bangsa Yang Terancam Ambruk
Posting Komentar