Oleh : Marwan Batubara
JAKARTA, BeritaKilat.Com – Skandal
penyelundupan 5,3 juta ton bijih nikel sudah berlalu lebih dari dua bulan.
Bijih nikel yang diselundupkan terutama berasal dari Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Tengah. Para pengusaha tambang pelaku penyeludupan menjarah SDA negara
di wilayah tambang legal dan (terutama) wilayah ilegal. Akibat perampokan SDA
negara yang berlangsung sejak 2019, hanya dari wilayah tambang Mandiodo,
Sulawesi Tenggara saja, negara dirugikan triliunan Rp. Tulisan ini akan lebih
fokus membahas perampokan Blok Mandiodo.
Pada tambang ilegal, para
penambang biasanya menambang di wilayah hutan lindung dan wilayah tambang tak
berizin. Pada hutan lindung penambang menjarah bijih nikel tanpa mimiliki izin
pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari KLHK. Kegiatan ilegal dapat pula
terjadi di wilayah yang berada di dalam konsesi atau di luar wilayah yang
diperjanjikan.
Pada tambang legal (status:
area penggunaan lain, APL), penjarahan terjadi karena BUMN, Antam, sebagai
pemegang konsesi justru “mempersilakan” sejumlah perusahaan “powerful” mengeruk
bijih nikel miliknya. Misalnya, hal ini terjadi di wilayah kerja (WK) Mandiodo,
Sulawesi Tenggara. Pengerukan terjadi atas dasar perjanjian kerja sama operasi
(KSO) sarat moral hazard pada akhir 2020. Dalam hal ini, Antam menjalin KSO
dengan PT Lawu Agung Mining (LAM) “milik” Windu Aji Sutanto, Ketua Relawan
Jokowi Jawa Tengah.
Dalam KSO tersebut, Antam
menugasi LAM untuk mengeruk 7,8 juta ton bijih nikel dari tanah seluas 3400
hektar, selama tiga tahun. Dalam hal ini semula LAM menunjuk 11 kontraktor
untuk KSO tersebut. Tenyata di lapangan ditemukan bahwa LAM mempekerjakan sebanyak
39 perusahaan tambang yang mayoritas tak memiliki izin uasaha tambang (IUP).
Sesuai amanat konstitusi Antam
berfungsi secara otonom mengelola SDA nikel agar memberi manfaat bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ternyata setelah direview lebih rinci, ditemukan
bahwa eksploitasi atau tepatnya perampokan bijih nikel di Mandiodo oleh LAM
sarat pelanggaran hukum yang merugikan negara puluhan triliun Rp seperti diurai
sbb.
Pertama, guna eksploitasi
SDA/nikel, Antam justru menjalin KSO dengan LAM. Hal ini jelas melanggar fungsi
konstitusional BUMN yang seharusnya melakukan penambangan secara mandiri tanpa
melibatkan pihak lain/LAM. Dengan skema KSO, LAM justru memperoleh keuntungan
lebih besar dibanding Antam (LAM = Windu dan para backingnya). Dalam hal ini bisa
saja Antam dipaksa atau terpaksa menjalin KSO dengan LAM, terutama jika
memperhatikan pemilik LAM adalah Ketua Relawan Jokowi Jateng.
Kedua, LAM melanggar KSO
berupa kewajiban menjual seluruh produksi bijih nikel yang ditambang hanya
kepada Antam. Yang terjadi justru sebagian besar bijih nikel dijual langsung
LAM kepada beberapa smelter di Morowali Sulawesi Tengah dan Morosi, Sulawesi
Tenggara. Dengan manipulasi ini, pendapatan negara pasti jauh berkurang.
Ketiga, LAM menggunakan
rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) palsu (sesuai aturan RKAB perlu
diperoleh/disetujui oleh KESDM), Sesuai aturan, setiap tahun para penambang
harus memperoleh RKAB dari KESDM sebelum operasi tambang. Dengan RKAB palsu,
pada 2021 LAM telah menambang pada area seluas 152 ha, dibanding 22 hektar yang
disahkan KESDM sesuai RKAB. Pada 2022, area yang ditambang adalah 228 hektar,
jauh di atas luas wilayah yang disahkan KESDM dalam RKAB, yakni 40 hektar.
Keempat, LAM menambang di
wilayah hutan tanpa memiliki IPPKH, sesuai ketentuan UU Minerba No.4/2009 dan
UU Kehutanan No.19/2004 (belakangan berubah menjadi UU Ciptaker No.11/2020).
Dalam hal ini LAM dengan puluhan kontraktornya justru lebih banyak menambang di
kawasan hutan dibanding kawasan tambang (APL)! Di samping tidak membayar iuran
IPPKH, mereka pun merusak lingkungan secara massif.
Kelima, LAM menggunakan
dokumen palsu, abal-abal (dokumen terbang) agar bijih nikel hasil tambangnya
masuk kategori hasil tambang resmi oleh Perusahaan pemilik izin tambang
/IPPKH/RKAB, bukan hasil tambang ilegal/tanpa IPPKH. Dengan dokumen palsu
tersebut, perusahaan smelter sah/boleh menerima/membeli produksi LAM. Dalam hal
ini, para smelter penadah barang illegal ini wajib diaudit dan diusut
keterlibatannya dalam perampokan ini.
Keenam, LAM telah menipu
Perusahaan Daerah (BUMD) Sulawesi Tenggara sebagai patner bisnis. Pada 2022 LAM
mengaku hanya menambang bijih nikel sebanyak 200.000 ton. Faktanya, menurut
perhitungan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), produksi tambang LAM
lebih dari 8,5 juta ton! Jelas pendapatan BUMD jauh berkurang.
Dengan berbagai manipulasi dan
pelanggaran hukum di atas, berupa menambang di area jauh lebih luas dari
kesepakatan KSO, menambang di kawasan hutan, melanggar RKAB, memanipulasi
volume bijih hasil tambang (under-valued), menjual bijih langsung kepada
smelter dalam volume lebih besar (seharusnya: seluruh produksi harsu dijual ke
Antam), menipu BUMD Sulawesi Tenggara, dll, maka sangat nyata PT LAM telah
melanggar hukum dan kejahatan sistemik terhadap negara dan rakyat.
Menurut perhitungan Tim
Penyidik Kejaksaan Agung, perampokan SDA nikel oleh LAM di Blok Mandiodo
merugikan negara sekitar Rp 5,7 triliun. Kerugian ini hanya didasarkan pada
perhitungan kegiatan tambang periode KSO
2021-2022. Jika periode tambang ditarik mundur ke 2019, dimana perampokan
tambang milik Antam telah pula dilakukan oleh sejummlah Perusahaan lain, maka
volume produksi bijih mencapai 36,9 juta ton. Jika rata-rata HPM periode
2019-2022 adalah $40 per ton dan kurs US$/Rp= 15.300, maka nilai SDA nikel yang
dirampok lebih dari Rp 22,5 triliun.
Kerugian negara akibat
kegiatan tambang ilegal dan sarat praktik moral hazard ini bukan sekedar dari
PNBP/royalti, tetapi juga dari kerugian BUMN, kerugian BUMD, dan Iuran IPPKH.
Apalagi jika nilai kerusakan lingkungan dan kewajiban reklamasi diperhitungkan.
Maka kerugian negara dan rakyat akibat kejahatan sistemik LAM menjadi sangat
besar. Sehingga para pelaku, termasuk para backing, harus ditangkap dan diadili
hingga tuntas.
Sudah santer beredar tentang
besarnya peran oknum-oknum eksekutif pusat yang sangat berkuasa guna mendukung
kejahatan sistemik Windu Aji Sutanto dari LAM. Dengan ditangkapnya Dirjen
Minerba KESDM Ridwan Jamaludin (9/8/2023), orang sangat dekat LBP, maka
spekulasi publik bisa mengarah kepada Menko LBP. Spekulasi publik pun bisa
mengarah kepada siapa-siapa yang menjadi pengurus (Dewan Komisaris dan Dewan
Direksi) PT Antam dan kepada siapa saja mereka terasosiasi.
Selain itu, keterlibatan
sejumlah oknum jenderal Polri pun sudah sering disebut. Meskipun sudah
membantah, karena besarnya objek jarahan yang dapat diperoleh dalam waktu
singkat, maka publik tidak percaya bahwa bantahan keterlibatan oknum-oknum
jenderal tersebut adalah benar. Karena kejahatan terbongkar, maka mereka ini
buru-buru menjaga jarak dan membersihkan diri. Padahal, penjarahan berlangsung
massif dan bertahun-tahun di depan mata para aparat keamanan: wajar jika publik
mencuraigai oknum-oknum jenderal ini terlibat mengamankan dan mendapat
keuntungan dari kejahatan tsb.
Hal lain, Windu Aji Sutanto
adalah Ketua Relawan Jokowi Jateng pada Pemilu 2014. Sebelum ditangkap 18 Juli
2023, Windu adalah person yang biasa bertemu dengan sejumlah oknum petinggi
eksekutif, partai, maupun jenderal. Hal ini jelas karena berpengaruhnya posisi
Windu sebagai Timses Jokowi. Jika publik berspekulasi dengan mencurigai
keterlibatan Presiden Jokowi dalam kasus ini, maka hal ini pun tak bisa
disalahkan. Malah spekulasi bisa pula berkembang ke arah keyakinan adanya
aliran rente bagi Presiden Jokowi.
Indonesia adalah negara hukum.
Hukum adalah panglima. SDA milik negara pun dikelola harus sesuai
hukum/peraturan. Begitu pula, jika terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan
SDA nikel oleh Antam dan manipulasi LAM, maka hukum harus ditegakkan. Para pelakunya
harus diadili sesuai hukum, tanpa kecuali. Jika ada spekulasi publik yang
mencurigai keterlibatan Kapolri Listyo Sigit atau Presiden Jokowi, maka
spekulasi ini bisa dipatahkan jika analisis dan metode pembuktian atau
klrarifikasi yang diatur sesuai hukum dilakukan. Salah satunya dengan proses
hukum fungsi pengawasan DPR dan audit investgatif BPK.
IRESS tidak ingin berpolemik
atas berkembangnya spekulasi publik. IRESS pun tidak dalam posisi menuduh
keterlibatan atau adanya manfaat yang diterima Presiden Jokowi dan sejumlah
anggota kabinetnya. Namun IRESS tidak bisa menerima begitu saja bantahan
ketidak-terlibatan yang dinyatakan sejumlah oknum, berpura-pura memerintahkan
pencegahan kejahatan tambang atau menyatakan ingin mengadili para pelaku
kajahatan tambang tsb. Hal ini jauh dari
cukup.
Jangan pernah menghentikan
kejahatan sistemik terhadap negara ini hanya dengan menangkap dan mengadili
Windu Aji Sutanto sebagai pelaku utama. Karena itu IRESS menuntut agar DPR
segera memanggil Presiden Jokowi, membentuk Pansus industri nikel dan meminta
audit investigatif oleh BPK. Skandal tambang llegal nikel nikel, termasuk heboh
penerimaan negara (2022) dari program hilirsisasi nikel bernilai ekspor Rp 510
triliun, yang diklaim Presiden Jokowi sangat BESAR harus diklarifikasi. Klaim
hiperbolis sesat yang sarat pencitraan ini harus dibongkar dan dibuka kepada
seluas-luasnya kepada publik (fokus tulisan IRESS berikutnya). Kita tunggu
tindakan nyata DPR memanggil Presiden Jokowi, segera! (Red)
Thanks for reading Perampokan Nikel Milik Rakyat (2): Timsesnya Terlibat, DPR Harus Segera Panggil Jokowi! | Tags: Headline Hukum Jakarta
« Prev Post
Next Post »
0 comments on Perampokan Nikel Milik Rakyat (2): Timsesnya Terlibat, DPR Harus Segera Panggil Jokowi!
Posting Komentar