Analisis Intelijen : PARA LOBBYIST DAN PARA EHM

September 23, 2024
Senin, 23 September 2024

  


Oleh: Josef Herman Wenas

Kita kembali ke suasana akhir tahun 1999, tepatnya di bulan Oktober. Suasana panas masih terasa, namun mulai mereda. Sebabnya, presiden-wakil presiden baru sudah terpilih di Sidang Istimewa MPR: Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarnoputri.

Boleh dibilang terpilihnya Gus Dur-Megawati merupakan puncak beralihnya gelombang Reformasi di domain jalanan sejak semester kedua 1997, ke domain parlemen. Yang tuntutannya menghapus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Yang kunci pentingnya ada pada pelengseran simbol utamanya: Jenderal Soeharto.

Presiden B.J. Habibie dipandang oleh mayoritas publik yang menginginkan Reformasi sebagai kelanjutan Orde Baru, seberapapun beliau berupaya mereformasi sistem pemerintahan kita. Pidato pertanggungjawabannya pada 14 Oktober 1999 ditolak oleh Sidang Istimewa MPR, sehingga sidang ini kemudian memilih Gus Dur-Megawati seminggu kemudian, 20 Oktober 1999.

Surutnya B.J. Habibie dari panggung nasional meresahkan para industrialis Jerman saat itu. Kalangan “Montanhof” yang menjadi lobbyist manufaktur kapal-kapal Pelni tentu ikut gundah-gulana. Sebab, sampai saat itu sudah sekitar 20-an kapal Pelni mereka menangkan kontraknya, dan masih ada kontrak-kontrak shipbuilding lainnya yang perlu dilanjutkan untuk kepentingan Meyer Werft di Papenburg.

Selain mereka, siapa lagi yang berkepentingan atas “anak manja” Pelni ini? KfW (Kreditanstalt für Wiederaufbau). 

Ini bank pembangunan Jerman (lahir dari embrio Marshall Plan) yang kasih fasilitas kredit berbunga rendah melalui instrumen “state guarantee.” Jadi, si produsen kapal (Meyer Werft) dibayar lunas, si pemakai (Pelni) tinggal terima barang dan mengoperasikannya, sedangkan urusan hutang-piutangnya jadi beban Pemerintah RI dan KfW.

Itu sebabnya Pelni disindir sebagai “anak manja” (sekaligus sapi perahan). Modal kapalnya dibeliin pemerintah, pasarnya (berbagai rute operasi) monopolisitik tanpa persaingan, tetapi akuntansinya rugi melulu. Well, ini memang business model yang rumit. Memang ada elemen “social mission”, sekaligus tuntutan “profit making.” Puyeng! 

Ujungnya lagu klasik: Berapa besar subsidi dibalik harga tiket yang harus dibayar rakyat? Jadi, mirip seperti akuntansi rugi-laba bisnis Kereta Cepat Whossh hari ini. Sementara efisiensi mobilitas orang, barang dan jasa amat mendesak dibalik kebutuhan infrastruktur konektivitas kita.

Nickname untuk B.J. Habibie—  juga adiknya J.E. Habibie— di kalangan ini adalah “Our German boys.” Siapa yang mau gantikan peran mereka berdua? Maka kami mencoba cari jalan tengah untuk kepentingan Pemerintahan Gus Dur, yang ingin mengembalikan visi maritim kita.

Saya bertemu Taufik Kiemas di ruang Fraksi PDIP DPR-RI untuk minta izin mengajak salah satu kadernya ikut ke Jerman, bersama-sama seorang kader dari Fraksi PKB. Empat orang jurnalis dedengkot “Desk Perhubungan” ikut menyertasi misi “normalisasi” ini. Saya sendiri memimpin delegasi rahasia ini.

Oleh karena Presiden Wahid akan berangkat ke Jerman pada bulan Maret tahun 2000, maka kami tinggal landas dari Jakarta menuju Hamburg pada akhir Januari tahun itu. Tentu saja Sarwono Kusumaatmadja, yang baru diangkat oleh Gus Dur sebagai Menteri Eksplorasi Kelautan RI (sekarang KKP), berada dibelakang layar secara intelektual.

Sarwono Kusumaatmadja dan Gus Dur keduanya juga sangat dekat dengan Jenderal LBM. Soal ini sudah saya bahas di kanal AI.

Itu sepenggal cerita tentang para lobbyist, yang karena paham situasi-kondisi di Indonesia, sudah tinggal di sini puluhan tahun juga, maka mereka bisa saja bermetamorfosa jadi Economic Hit Man (EHM). Ini istilah yang digagas oleh John Perkins di tahun 2004 melalui bukunya"Confessions of an Economic Hit Man."

Siapa EHM ini? Gampangnya, individual or group of individuals who work for multinational corporations or government agencies to manipulate developing countries' economies for the benefit of these organizations.

****

Para lobbyists dan EHM semacam inilah sebetulnya yang dirujuk oleh Presiden Jokowi dalam pidato sambutannya di Kongres ISEI kemarin (Solo, 19/9) terkait siapa yang berpentingan agar kebijakan hilirisasi dihambat, kalau bisa digagalkan.

Jokowi kembali mengulang cerita ditakuti-takuti tatkala mau mengambil-alih saham Freeport. Dari ancaman Papua lepas, sampai ancaman akan dilengserkan. Kalau Papua bergolak lewat drama culik-menculik, bakar-membakar, bunuh-membunuh, memang sudah terjadi sih. 

Freeport ini korban kebijakan hilirisasi pertama Jokowi. Melalui pengambil-alihan kepemilikan bisnis ke tangan RI, dari 9% selama puluhan tahun menjadi 61% di era Jokowi. Dan Freeport masih "disiksa" lagi dengan paksaan agar smelternya dibangun disini. Smelter ini juga jadi alat kontrol mineral apa saja yang dihasilkan selain tembaga. Ternyata emasnya banyak banget, sampai 50 ton per tahun, dan selama ini lewat saja dari bumi kita secara gratis. 

Kan deal bisnisnya cuma urusan tembaga?

Lalu ke kebijakan hilirisasi nikel. Yang adalah elemen penting (sekitar 40% kebutuhan) industri baja tahan karat dunia. 

Baja itu seperti garam di industri makanan. Silahkan cek berbagai produk di rak makanan Indomaret, coba tunjukkan ada berapa banyak produk yang tidak ada unsur garamnya. Nikel (sebagai unsur stainless steel) sama seperti garam, di industri permesinan, di otomotif, di elektronik, di superkonduktor, and you name it.

Selanjutnya Jokowi juga lakukan hilirisasi bauksit, timah, sampai rumput laut. Dan masih banyak komoditas lainnya, yang akan membuat Indonesia menjadi key players dunia, negara superpower. 

Tentu saja key players dunia hari ini marah karena posisi geopolitiknya akan terancam, akibat industri mereka yang saat ini sedang terancam juga (oleh Jokowi, dan akan dilanjutkan oleh Prabowo Subianto) 

Ketika para lobbyists ini gagal, maka muncul Economic Hit Man (EHM) yang tugasnya memang mengacaukan suatu negara agar menjadi negara gagal (failed state). Para EHM ini menggunakan berbagai proxy mereka di dalam negeri yang dipersepsikan “suci”, “berjasa”, atau “memiliki reputasi” dan sejenisnya.

Contoh kasus. Ketika Menhan Prabowo menghadang potensi korupsi sebesar Rp 50 triliun di Kemhan pada awal masa jabatannya, para EHM ini lalu bermanuver melalui muka-muka suci kaum intelektual di civil society menghajar Prabowo dengan membolak-balik cerita. 

Dibangunlah narasi DFK = Disinformasi, Fitnah dan Kebencian. 

Salah satunya oleh wanita pengamat militer, yang pernah coba-coba lobi jadi Wamenhan, dan sekarang kabur ke Rusia akibat hamburan disinformasi, fitnah dan kebenciannya sendiri. 

Tetapi dia dilindungi di sana kan? Kontrak Sukhoi Su-27 dan Su-30 untuk TNI AU di tahun 2003 ditandatangani dalam era pemerintahan siapa? Delivery bertahap di tahun 2008 (Su-27) dan 2012 (Su-30) itu kan hanya kelanjutan dari kontrak utama tahun 2003 ini!

Era JSC Sukhoi Company (Rusia) diakhiri oleh Menhan Prabowo, diganti Dassault Rafale (Perancis). Ya ngamuklah mereka.

****

Jangan dikira para EHM ini tidak berada dibalik virus DFK yang merebak belakangan ini. Jangan dikira wajah-wajah suci— entah mantan presiden, entah mantan Menkopolhukam atau menteri, entah civil society yang nama-nama mereka pakai label “profesor” atau “doktor,” entah sosok pemuka agama, dsb— mereka ini bebas dari pengaruh para EHM.

Jangan ya dek ya…

John Perkins menggarisbawahi 5 karakteristik permainan EHM ini: (1)Debt Manipulation, (2)Economic Dependency, (3)Corporate Interests, (4)Political Influence dan (5)Global Impact. Silahkan dibaca bukunya.

EHM dan DFK adalah two sides of the same coin. Tetapi mereka seperti angin, terasa namun tak terlihat. Sekalipun begitu, dengan— maaf— menyepongkan jari telunjuk kita ke dalam mulut, lalu menunjuk ke arah langit, kita bisa tahu dari arah mana datangnya angin tadi.

Bisa kok Yura! Walaupun jorok, harus pakai— maaf— ludah hasil nyepong segala. Ya, namanya juga permainan kotor. (JHW) 

Thanks for reading Analisis Intelijen : PARA LOBBYIST DAN PARA EHM | Tags:

Latest
Previous Article
Next Post »

Related Posts

Show comments
Hide comments

0 comments on Analisis Intelijen : PARA LOBBYIST DAN PARA EHM

Posting Komentar

Translate